Kamis 20 Jun 2019 07:49 WIB

Begini Tanggapan Mesir Soal Investigasi Kematian Mursi

Mesir menilai desakan investigasi tersebut bentuk pelecehan.

 Konselor Kemenlu Mesir, Ahmed Hafiz
Foto: Alarabiya
Konselor Kemenlu Mesir, Ahmed Hafiz

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO— Mesir melalui Kementerian Luar Negeri akhirnya secara resmi angkat bicara menyikapi beragam tudingan dan spekulasi miring terkait meninggalnya mantan presiden Mesir, Muhammad Mursi, termasuk tudingan dunia internasional yang salah satunya datang dari juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Rupert Colville. 

Konselor Kemenlu Mesir, Ahmed Hafiz menegaskan pernyataan Colville tersebut dinilai sebagai upaya untuk memutarbalikkan fakta kematian Mursi yang alam seakan diskenariokan. Pernyataan tersebut juga dinilai tak pantas keluar dari organisasi internasional. 

Baca Juga

Dia menyebut apa yang dilakukan Colville merupakan bentuk pelecehan terhadap institusi kenegaraan dan netralitas Pengadilan Mesir. Ini juga upaya agar Mesir tunduk pada standar internasional. Pernyataan tersebut juga loncat pada kesimpulan-kesimpulan keliru yang tidak berdasar seputar kematian Mursi, tanpa pengetahuan bahkan kebodohan yang sempurna. 

“Pernyataan Colville tak bisa diterima, tak terkecuali saran agar Mesir melakukan prosedur terbatas, Mesir sudah melakukannya berdasarkan protap nasional dan menghormati perjanjian internasional,” kata dia, sebagaimana dilansir Alarabiya, Kamis (20/6).    

Dia mengatakan, Mesir menilai pernyataan tersebut sangat dipolitisasi, persis pernyataan sebuah negara dan otoritas yang mengeksploitasi peristiwa untuk kepentingan politik seakan paling demokratis dan menghormati HAM. Padahal, di saat yang bersamaan perilaku dan kebijakan engara tersebut hanya untuk melanggengkan kekuasaannya menggunakan beragam cara yang hanya akan menguatkan kediktatoran. 

“Negara itu menyulap dirinya menjadi  penjara yang besar dengan memanipulasi hasil pemilu, belum lagi pemenjaraan puluhan ribu oposisi dan rakyat sipil di penjara tanpa nasib dan pengadilan yang jelas,” kata dia tanpa menyebut nama negara tersebut. “Belum lagi negara tersebut memelihara ribuan anasir teroris di kawasan yang bertanggungjawab atas kematian nyawa tak berdosa,” kata dia.  

Mursi meninggal dunia, setelah menghadiri persidangan di pengadilan, Senin (17/6), pria berusia 67 tahun itu meninggal, setelah pingsan saat sesi persidangan di pengadilan di ibukota Mesir, Kairo.

PBB telah menyerukan penyelidikan menyeluruh dan transparan atas kematian Muhammad Mursi di pengadilan, ketika ribuan orang di Timur Tengah memberikan penghormatan kepada mantan presiden Mesir tersebut.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada Selasa (18/6) mengatakan penyelidikan harus mencakup semua aspek perawatannya selama hampir enam tahun penahanannya.

Presiden demokratis pertama Mesir tersebut dimakamkan dalam upacara keluarga kecil pada Selasa pagi sehari setelah dia menderita serangan jantung fatal di pengadilan Kairo.

"Kekhawatiran telah dikemukakan mengenai kondisi penahanan Morsi, termasuk akses ke perawatan medis yang memadai, serta akses yang memadai ke pengacara dan keluarganya," kata juru bicara hak asasi manusia PBB Rupert Colville dalam sebuah pernyataan, dilansir di Aljazirah, Rabu (19/6).

"Penyelidikan harus dilakukan oleh pengadilan atau otoritas kompeten lainnya yang independen dari otoritas yang ditahan dan diberi mandat untuk melakukan investigasi yang cepat, tidak memihak, dan efektif mengenai keadaan dan penyebab kematiannya," tambah Colville. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement