REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Hukum Prabowo-Sandi menghadirkan dua saksi ahli, yakni Jaswar Koto dan Soegianto, pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), Rabu (19/6). Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto (BW), menyampaikan kedua saksi ahli yang menjelaskan tiga hal.
Pertama, Bambang menyampaikan, saksi ahli menjelaskan adanya penggelembungan suara. Saksi ahli menggunakan teknologi informasi sebagai argumen adanya kejadian proses kecurangan.
"Jadi ini teknologi informasi yang dipakai untuk mendeteksi penggelembungan suara, selama ini belum pernah dilakukan, pasti ini bikin syok sebenarnya, apalagi orang-orang yang tidak paham soal teknologi informasi," ujar Bambang kepada media usai sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Gedung MK, Kamis (20/6) pagi.
Ia menjelaskan, dengan metode yang dikemukakan saksi ahli secara detail, ada 110 juta populasi yang sudah diperiksa. Hasilnya, saksi ahli menemukan ada sekitar 27 juta penggelembungan suara (pemilih siluman).
Kedua, Bambang mengatakan, saksi ahli menggunakan teknologi informasi mereka dengan basis data dari KPU. Ia menjelaskan data tersebut bersumber dari Situng KPU, data kependudukan, dan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dimiliki KPU.
"Jadi seluruh yang dibangun argumennya kalau ditelusuri sumbernya asal muasalnya dari DPT yang dimiliki oleh KPU sendiri, dia tidak bersumber dari data-data yang lain, bahkan itu diperkaya dengan datanya yang ada di Situng dan di tim relawan dan lain-lain, tapi sumbernya tetap dari sumber DPT yang dimiliki KPU," ujarnya.
Ketiga, Bambang mengatakan, teknologi informasi itu bisa mengidentifikasi DPT siluman, NIK rekayasa, pemilih di bawah umur, dan pemilih ganda. Ia mengatakan sebagian kalangan mungkin akan sulit menerima dengan akal sehat sesuatu yang baru ini.
"Tapi sekali lagi masa depan untuk menyelesaikan sengketa seperti ini ada pada keberanian dan kemampuan kita untuk mengembangkan inovasi baru, untuk membuktikan kecurangan dengan metode yang lebih maju dan modern," ujarnya.
Bambang menambahkan, kalau mau disimpulkan, seluruh sumber masalah dari sengketa hasil Pilpres 2019 berasal dari DPT. "Jadi selalu saja DPT bermasalah, mereproduksi dan mempabrikasi problem, pada akhirnya kami menyerahkan seluruh proses yang sudah kami lakukan dengan segala upaya yang telah dilakukan hanya kepada ridho ilahi semata, mudah-mudahan ini bisa menjadi jalan terbaik untuk menyelesaikan sengketa pemilihan presiden," ujarnya.