Kamis 20 Jun 2019 11:32 WIB

Kabar Kematian Mursi Sepi di Media Mesir

Di bawah pemerintahan as-Sisi, penyensoran media meningkat drastis.

Red: Budi Raharjo
Mantan presiden Mesir Muhammad Mursi saat berada di pengadilan di Kairo, Mesir, 21 Juni 2015.
Foto: AP Photo/Ahmed Omar
Mantan presiden Mesir Muhammad Mursi saat berada di pengadilan di Kairo, Mesir, 21 Juni 2015.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Fergi Nadira

Berita tentang kematian mantan presiden Mesir Muhammad Mursi menarik perhatian media internasional. Namun, berita wafatnya Mursi belum mendapat banyak perhatian dari surat kabar Mesir.

Laman Aljazirah melaporkan, Mursi, sang mantan presiden berusia 67 tahun itu, pingsan di pengadilan pada persidangan kasus dugaan dirinya sebagai mata-mata Hamas, Senin (17/6) waktu setempat. Setelah dilarikan ke rumah sakit Kairo, ia dinyatakan meninggal dunia.

Pada Selasa (18/6) setelah kabar kematiannya, hampir tidak ada liputan halaman depan tentang kematian Mursi di surat kabar utama Mesir. Sebagai gantinya, berita kematian Mursi dilaporkan secara singkat di halaman dalam yang biasanya dikhususkan untuk memantau kasus-kasus kriminal.

Laporan itu tidak menyebutkan status Mursi sebagai mantan atau presiden yang digulingkan. Menurut media daring milik swasta, Mada Masr, satu-satunya harian utama yang memuat berita kematian Mursi di halaman depannya adalah al-Masry al-Youm. Sementara itu, sebagian besar surat kabar lain menerbitkan artikel berita 42 kata yang sama.

Tiga surat kabar utama milik negara menggambarkan mantan presiden sebagai "terdakwa" atau "almarhum", dengan beberapa surat kabar milik swasta bahkan tidak memberitakannya.

Hal itu pun tecermin pada saluran televisi satelit Mesir. Televisi menyampaikan berita dalam istilah yang kabur dan mendadak. Pemberitaan merujuk ke organisasi Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok "teroris".

Surat kabar milik pemerintah terbesar, al-Ahram, menerbitkan berita kematian Mursi di pinggiran halaman keempatnya di bawah dengan judul "Kematian Muhammad Mursi Selama Persidangannya dalam Kasus Spionase".

Liputan koran al-Akhbar pun serupa. Pemberita annya termasuk satu paragraf kecil di bawah berjudul "Kematian Muhammad Mursi Selama Persidangan nya". Majalah al-Gomhuria menerbitkan paragraf pendek di bagian bawah halaman ketiga di bawah judul yang sama.

Hingga kini tidak ada pernyataan resmi dari kepresidenan Mesir atau Presiden Abdul Fattah as-Sisi mengenai kematian Mursi.

Pemakamannya yang dihadiri oleh beberapa anggota keluarganya terkesan tergesa-gesa, yang terjadi saat fajar dengan petugas keamanan berjaga di luar pemakaman al-Wafaa Waal-Amal. Tidak ada jurnalis atau pelayat yang diizinkan hadir.

"Kami memandikan tubuhnya yang suci di rumah sakit penjara Tora, melakukan shalat untuknya di masjid penjara. Penguburan itu di pemakaman untuk panduan spiritual Ikhwanul Muslimin," tulis putra Mursi, Ahmed, melalui akun Facebook.

Menurut pengacara Mursi, mantan presiden tersebut ingin dimakamkan di desanya di Provinsi Sharqiyah. Namun, otoritas Mesir memutuskan untuk menguburkannya di pemakaman di Medinat Nasr, Kairo.

Di bawah pemerintahan as-Sisi, penyensoran media di Mesir memang meningkat drastis. Pada 2018, Presiden meratifikasi Undang-Undang Kejahatan Antisiber dan Teknologi Informasi, yang seolah-olah bertujuan untuk memerangi "ekstremisme" dan "terorisme".

Namun, undang-undang mengizinkan otoritas Mesir untuk memblokir situs-situs yang dianggap ancaman terhadap keamanan nasional atau ekonomi nasional. Individu yang mengunjungi situs tersebut dapat menghadapi denda dan penalti yang tinggi.

Menurut Asosiasi untuk Kebebasan Berpikir dan Berekspresi (AFTE), Kairo telah memblokir akses ke hampir 500 situs, yang umumnya milik organisasi media. Selain itu, setidaknya 35 jurnalis, jurnalis warga negara, dan narablog diyakini saat ini ditahan di Mesir. (ed: yeyen rostiyani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement