REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Subdirektorat Pengendalian Konten Internet Kementerian Komunikasi dan Informatika Anthonius Malau mengatakan pihaknya meminta masukan dari Kementerian Kesehatan dan masyarakat tentang kriteria iklan rokok di internet yang perlu diblokir. Hal itu diungkapkannya dalam diskusi publik yang diadakan Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) di Jakarta, Kamis (20/6).
"Agar Kementerian tidak salah memblokir, sampai sejauh mana batasannya?" kata Anthonius.
Anthon mengatakan sudah dilakukan pertemuan dengan Kementerian Kesehatan, yang terakhir dilakukan pada Rabu (19/6). Pertemuan-pertemuan seperti itu perlu untuk mengerucutkan sejauh mana iklan rokok yang harus dilarang.
Dalam pertemuan tersebut, beberapa hal yang mengemuka sebagai batasan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
"Di dalam Pasal 39 Peraturan tersebut, tidak hanya rokok saja yang dilarang, tetapi juga produk tembakau," tuturnya.
Untuk iklan pop up yang muncul seketika, Anthon mengatakan iklan tersebut muncul ketika mesin pemasang iklan mengenali hal-hal yang sering dicari melalui perangkat gawai. "Kalau sering mencari tentang rokok, sangat mungkin muncul iklan rokok," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan serius untuk memblokir iklan rokok di kanal-kanal media sosial guna mencegah peningkatan jumlah perokok pemula yang menyasar anak-anak.
"Sudah ditutup, tapi harus kerja sama dengan Kemenkes, 114 yang ditutup, nanti kita akan lanjutkan," kata Nila dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (18/6).
Menurut Nila, saat ini belum ada regulasi mengenai pembatasan iklan rokok di media sosial. Karena itu, tim dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah membahas terkait regulasi tersebut.