REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Subdirektorat Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi Kementerian Kesehatan Mauliate Gultom menaruh harap pada wacana pelarangan iklan rokok di internet. Paling tidak larangan bisa membuat iklan rokok tidak bisa diakses lagi oleh anak-anak.
"Kami berharap iklan rokok tidak ada lagi di internet. Namun, paling tidak iklan rokok tidak bisa lagi diakses anak-anak," kata Mauliate dalam diskusi publik yang diadakan Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) di Jakarta, Kamis (20/6).
Uli, panggilan akrabnya, mengatakan permintaan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk memblokir iklan rokok di internet bertujuan untuk melindungi anak-anak Indonesia dari dampak dan bahaya rokok.
Koordinator Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA) Tubagus Haryo Karbyanto mengatakan internet termasuk dalam kategori media teknologi informasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
"Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sama sekali tidak menyinggung soal iklan. Karena itu, yang bisa menjadi acuan adalah Peraturan Pemerintah Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan," katanya.
Menurut Pasal 30 Peraturan tersebut, iklan rokok masih diberikan peluang di media teknologi informasi dengan syarat memberlakukan verifikasi usia. "Menteri Kesehatan bisa saja meminta kepada Menteri Komunikasi dan Informatika dengan keunggulan teknisnya itu bisa mengakomodasi kepentingan kesehatan tersebut," tuturnya.
Hal itu, kata Tubagus, pernah dilakukan oleh media daring pada 2013 dengan melakukan verifikasi usia meskipun dengan cara yang sederhana. Yaitu mempertanyakan apakah pengguna berusia 18 tahun atau tidak sebelum iklan rokok muncul.