REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar, menyatakan tidak bersedia hadir untuk menjadi saksi dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum pemilihan presiden (PHPU Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK). Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pun menghormati alasan Haris yang tak bersedia menjadi saksi pihaknya.
"Kami menghormati keputusan Haris Azhar untuk mundur jadi saksi, itu hak beliau," ujar juru bicara BPN, Andre Rosiade saat dikonfirmasi, Kamis (20/6).
Terkait salah satu alasan Haris tak bersedia menjadi saksi karena permasalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lampau. Andre mengaku tak mempermasalahkan hal tersebut, karena Direktur Eksekutif Lokataru menyinggung kedua calon presiden.
"Beliau juga menyebutkan hal yang berimbang, bukan hanya Pak Prabowo, Pak Jokowi juga terlibat permasalahan HAM," ujar Andre.
Meski begitu, Haris diketahui telah menyerahkan sebuah surat yang ditujukan ke Majelis Hakim MK tertanggal 19 Juni 2019. Andre berharap surat itu dapat menjadi pertimbangan hakim MK dalam merumuskan putusan sidang.
"Surat Haris secara objektif di poin 1 sampai 4, sudah berikan gambaran bahwa apa yang mau disampaikan beliau saat menjadi saksi," ujar Andre.
Haris sebelumnya memutuskan mundur dari posisi saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandiaga. Sedianya Haris didaftarkan sebagai saksi di persidangan MK oleh tim Prabowo-Sandiaga, pada Rabu (19/6).
Salah satu alasannya tak bersedia menjadi saksi karena permasalahan hak asasi manusia (HAM) yang ada di kedua pasangan calon presiden. Menurut Haris, Joko Widodo sebagai presiden periode 2009-2014 gagal menuntaskan permasalah HAM di masa lalu.
Sedangkan Prabowo, dinilainya bertanggung jawab atas kasus penculikan dan penghilangan orang pada rentan 1997-1998. "Saya selaku bagian dari masyarakat Indonesia yang selama ini menuntut akuntabilitas dan kinerja pengungkapan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lampau," ujar Haris.