Kamis 20 Jun 2019 18:53 WIB

Hakim MK Ingatkan Situng Bukan Hasil Resmi

Untuk menetapkan perolehan suara yang benar bukan dari situng.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andi Nur Aminah
Saksi ahli dari pihak termohon, Marsudi Wahyu Kisworo, menunjukkan data Situng KPU saat memberikan keterangan pada sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Saksi ahli dari pihak termohon, Marsudi Wahyu Kisworo, menunjukkan data Situng KPU saat memberikan keterangan pada sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, mengingatkan, Sistem Informasi Hitung (Situng) bukanlah hasil resmi hasil pemilihan umum. Pernyataan ini disampaikan Hidayat saat sidang sengketa hasil pilpres, Kamis (20/6).

Sidang tersebut sebagian besar membahas soal Situng. Saksi yang dihadirkan KPU selaku termohon pun merupakan ahli TI yang merancang Situng terdahulu. Namun, Hidayat mengingatkan kepada para peserta sidang untuk mengadu hasil hitungan berjenjang, yang mana dinyatakan sebagai hasil resmi.

Baca Juga

"Kita harus ingat bahwa untuk menetapkan perolehan suara yang benar bukan dari Situng, bukan dari itu. UU jelas mengatakan begini," ujar Arief Hidayat saat sidang.

Hidayat pun membahas poin petitum kuasa hukum Prabowo-Sandi yang meminta supaya ditetapkan bahwa suara yang benar adalah yang didasarkan pada perhitungan audit forensik oleh ahli dari kubu Prabowo. Kubu Prabowo mendesak termohon supaya mengubah tampilan Situng. Padahal, hasil Situng bukan yang menentukan.

"Hasil resmi adalah hasil penghitungan suara manual yang dilakukan secara berjenjang sehingga situng tidak memengaruhi atau tidak digunakan untuk perhitungan suara resmi," kata dia.

Maka itu, Hidayat pun menegaskan pada termohon dan pemohon untuk mengadu hasil perhitungan berjenjang. Ia pun meminta kedua belah pihak untuk menunjukkan hasil hitungan C1 Plano.

Adapun keberadaan situng lebih pada mekanisme keterbukaan akses informasi akuntabiltas dan kontrol masyarakat. "Dalam persidangan-persidangan praktik di pilkada., kita selalu cek C1 plano yang berhologram mana tunjukkan KPU. Kalau pemohon punya, apakah data itu resmi atau tidak? Bagaimana menurut pihak terkait? Itu selalu begitu," kata dia.

"Jadi, yang dipakai adalah penghitungan suara manual yang dilakukan secara berjenjang mulai dari TPS sampai ke tingkat nasional," kata dia.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement