REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai, rencana pemerintah memangkas pajak berupa penurunan Pajak Penghasilan (PPh) badan akan menambah daya tarik bagi investor untuk melakukan investasi di Indonesia. Tapi, dampak ini tentu harus diiringi dengan perbaikan isu mendasar, terutama terkait perizinan.
Piter menjelaskan, rencana pemerintah untuk menurunkan PPh badan dari 25 persen menjadi 20 persen merupakan melengkapi insentif pajak yang telah diberikan sebelumnya berupa tax holiday dan tax allowance. Dampaknya akan positif terhadap iklim investasi di Indonesia. "Berapa besar dampaknya belum dapat dipastikan berapa besar," ucapnya ketika dihubungi Republika, Kamis (20/6).
Tapi, Piter menegaskan, perlu diingat bahwa faktor pajak tersebut hanya salah satu faktor yang dipertimbangkan investor melakukan atau tepatnya merealisasikan investasi. Hal ini terlihat dari fakta realisasi pada kuartal pertama 2019 yang turun 11,11 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni dari 8,1 miliar dolar AS menjadi 7,2 miliar dolar AS.
Padahal, pemerintah sudah memberikan insentif pajak berupa tax holiday dan tax allowance sejak tahun lalu. Piter menuturkan, kondisi tersebut menjadi bukti bahwa insentif bukan semata-mata ‘poin’ yang harus diberikan pemerintah agar investor tertarik. "Yang lebih penting lagi adalah, Indonesia harus menghilangkan hambatan ketika investor yang sudah tertarik ingin merealisasikan investasinya," katanya.
Piter mengatakan, data menunjukkan, izin prinsip yang diberikan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) naik sangat pesat selama lima tahun terakhir. Artinya, tidak ada masalah dengan daya tarik investasi. dan Indonesia sudah sangat menarik bagi investor.
Insentif pajak yang ditawarkan oleh Indonesia sesungguhnya sudah lebih menarik dibandingkan negara-negara tetangga. Masalahnya, Piter menambahkan, realisasi investasinya jauh di bawah izin prinsip yang diberikan, yakni hampir 50 persen. "Kita bisa menyimpulkan banyak hambatan bagi investor untuk merealisasikan investasinya," tuturnya.
Piter menambahkan, masalah-masalah yang dimiliki Indonesia sebenarnya sangat klasik. Yaitu mulai dari perizinan, pembebasan lahan, inkonsistensi kebijakan, koordinasi pusat daerah sampai masalah perburuhan pengupahan.
Dengan kondisi tersebut, Piter menjelaskan, rencana pemerintah menambah insentif berupa penurunan PPh badan tidak akan menjamin terjadi lonjakan investasi. Khususnya, apabila masalah hambatan-hambatan investasi tidak diselesaikan secara tuntas.