REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto menilai keputusan Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan sudah diperkirakan. BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
"Keputusan ini kami nilai sudah tepat untuk kondisi saat ini," kata dia pada Republika, Kamis (20/6).
Tepat karena mempertimbangkan faktor ketidakpastian eksternal yang masih tinggi. Lalu tekanan terhadap defisit transaksi berjalan (CAD) yang masih berpotensi melebar mendekati kisaran tiga persen PDB dengan potensi mempengaruhi Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) karena masih lemahnya ekspor.
Namun ia mengapresiasi keputusan BI yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM). Artinya untuk kali ini BI lebih mengutamakan jalur kebijakan makroprudensial daripada jalur suku bunga.
"Ini patut diapresiasi, sinyal ini cukup efektif untuk memberi ruang gerak bagi bank dalam mengelola likuiditasnya tanpa harus menaikkan biaya dana sehingga menghindarkan terjadinya perang bunga DPK," kata dia.
Pelonggaran ini juga memberikan ruang lebih nyaman bagi bank dalam melakukan ekspansi kredit tanpa terkendala oleh rasio LDR yang tinggi. Karena LDR pasca relaksasi GWM menjadi lebih rendah dari sebelumnya.
Permintaan kredit di kuartal-kuartal berikutnya akan terdorong karena bank tidak harus menaikkan bunga kredit lantaran biaya dana tidak berubah. "Dan ini tepat di tengah kondisi perekonomian global dan domestik yg berpotensi melambat," kata dia.
Ryan mengatakan, BI baru aman menurunkan suku bunga jika The Fed sudah pasti menurunkan suku bunganya juga. Keputusannya akan tergantung bulan Juli mendatang. Ia menyebut jika nanti The Fed turunkan suku bunga, sebaiknya BI juga gunakan jalur kebijakan suku bunga atau BI rate.