REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum tersangka dugaan makar terkait seruan people power, Eggi Sudjana, Alamsyah Hanafiah mengajukan surat permohonan penghentian penyidikan (SP3) kepada Polda Metro Jaya hari. Alamsyah menilai, barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik dalam kasus kliennya itu masih kurang.
"Kita mengajukan penghentian penyidikan dalam kasus makar ini. Mengajukannya ke Kapolda Metro Jaya dan Kapolri. Jadi menurut pandangan kami ini kasus belum cukup dua alat bukti sehingga harus logikanya, seyogyanya dihentikan, intinya begitu," kata Alamsyah kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (20/6).
Alamsyah menyerahkan SP3 itu kepada penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya hari ini. Ia menyebut hal itu dilakukan sesuai dengan permintaan Eggi Sudjana.
Ia menyebut, dua alat bukti yang dikumpulkan oleh polisi dalam menetapkan Eggi sebagai tersangka kurang. Namun, dia tidak merinci barang bukti apa lagi yang seharusnya ada dan kuat dalam kasus dugaan makar itu.
"Alasannya kurang cukup dua alat bukti. Kemudian lokusnya terjadi di Kertanegara, di mana Kertanegara itu tidak ada pemerintah. Kertanegara itu hanya rumah rakyat biasa. Karena dalam kasus makar harus ada perbuatan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, di mana lokasi pemerintah? Pemerintah itu kan di gedung-gedung pemerintah bukan di Kertanegera," papar Alamsyah.
Menurut dia, pernyataan makar berarti terkait ucapan. Sementara kasus makar, kata dia, harus timbul perbuatan, bukan ucapan. "Kalau ucapan pasalnya bukan pasal makar, tapi penghinaan terhadap presiden," imbuhnya.
Seperti diketahui, Eggi Sudjana ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar terkait seruan people power. Polisi menyebut memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan status Eggi dari saksi menjadi tersangka.
Hal itu didapatkan setelah polisi melakukan gelar perkara, pemeriksaan saksi-saksi hingga barang bukti. Eggi pun ditahan sejak tanggal 14 Mei 2019. Polisi pun memperpanjang masa penahanan Eggi Sudjana selama 40 hari sejak masa penahanan yang selesai pada 2 Juni 2019.
Dia diduga melanggar Pasal 107 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.