REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai saksi ahli yang dihadirkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) dalam sidang sengketa pemilihan presiden justru memperkuat argumen yang dibangun Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tim Hukum Prabowo-Sandi menghadirkan dua saksi ahli, yakni Jaswar Koto dan Soegianto, pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), Rabu (19/6).
"Saksi ahli yang dihadirkan BPN fungsinya ada dua. Selain memberikan penjelasan pembanding terhadap dalil yang disampaikan oleh TKN (Tim Kampanye Nasional), juga membantu memperkuat argumen-argumen yang selama ini sudah dibangun oleh KPU," kata Adi di Jakarta, Kamis (20/6).
Namun, menurut Adi, dalil kubu BPN yang ditebalkan dengan kesaksian para saksi ahlinya justru memperkuat validitas perlakuan KPU yang sedari awal tidak menjadikan situng sebagai acuan hasil pilpres. "Saksi ahli KPU hanya menebalkan pandangan KPU secara umum. Situng itu bukan ukuran menang kalahnya pilpres, melainkan penghitungan manual berjenjang," ujarnya.
KPU dikritik keras soal kesalahan pemasukan data pada situng KPU sehingga diduga menggelembungkan suara untuk Pasangan Calon Nomor Urut 01 dan Pasangan Calon Nomor Urut 02. Saksi ahli BPN Jaswar Koto, Rabu (19/6), memaparkan terdapat perbedaan data angka di situng dengan rekapitulasi Formulir C1 berdasarkan 63 TPS yang dipilih melalui sistem acak.
Jaswar menyebutkan kesalahan pemasukan data di 63 TPS itu menjadikan pasangan Jokowi-Ma'ruf mendapat tambahan suara sebesar 1.300, sementara pasangan Prabowo-Sandi berkurang 3.000 suara. Saksi ahli lain yang dihadirkan pemohon, Soegianto Sulistiono, menyatakan pihaknya menemukan 57.000 data invalid dalam situng.
Pada sidang lanjutan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi, KPU menghadirkan satu saksi ahli Marsudi Wahyu Kisworo. Marsudi menjawab tudingan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam sistem informasi penghitungan suara (situng).