REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON, DC — Biro Investigas Federal (FBI) dari Departemen Keadilan Amerika Serikat (AS) mengadakan pertemuan dengan pemimpin kelompok Muslim, Yahudi, dan Kristen. Pertemuan itu membahas cara-cara mencegah serangan berbasis bias pada lembaga-lembaga keagamaan.
Seperti dilansir di The Jerusalem Post pada Kamis (20/6), pertemuan yang pertama kali diadakan itu diselenggarakan di markas FBI di Washington, DC, Selasa (18/6) waktu setempat. FBI pernah menggelar forum serupa hanya dengan kelompok Yahudi.
Ada kesadaran tentang bahaya yang dihadapi kelompok-kelompok agama dengan serangan mematikan selama setahun terakhir, seperti sinagog di Amerika Serikat, masjid-masjid di Selandia Baru, dan gereja-gereja di Sri Lanka. Sebuah sesi diskusi khusus dihadirkan untuk mengajarkan ihwal bagaimana mengidentifikasi penyerang potensial di tengah-tengah masyarakat.
Seorang agen khusus memaparkan data analisa dari 63 insiden penembakan aktif terbaru. Tidak ada tanda peringatan tunggal, meskipun sejumlah faktor dipaparkan, seperti mayoritas penyerang laki-laki (94 persen), berstatus lajang (57 persen), dan memiliki masalah kesehatan mental (62 persen).
Dalam sesi bertukar ide, perbedaan pendekatan muncul. Perwakilan dari Jaringan Komunitas Aman, Michael Masters atau payung keamanan untuk kelompok-kelompok Yahudi menekankan manfaat berbagi informasi dengan polisi.
Sementara, Presiden Dewan Urusan Publik Muslim, Salam al-Marayati menjelaskan Muslim cenderung waspada terhadap penegakan hukum, karena persepsi bahwa polisi membuat profil Muslim, setelah serangan 9/11 pada 2001 lalu.
Asisten Direktur FBI untuk Keterlibatan Mitra, Kerry Sleeper menyarankan peserta selalu menonton berita untuk memantau perkembangan potensi ancaman. Dia mencontohkan, meningkatnya ketegangan di Teluk Persia antara Amerika Serikat dan Iran, memungkinkan adanya peningkatan serangan ke Amerika Serikat oleh kelompok teroris Lebanon yang selaras dengan Iran, Hizbullah. n Umi Nur Fadhilah