REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengungkapkan setidaknya terdapat dua masalah utama dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) sekolah pada tingkat SMP dan SMA pada tahun 2019 di Tanah Air. Masalah itu diinventarisir berdasarkan laporan dari perwakilan Ombudsman maupun tingkat pusat.
"Ada dua masalah utama kami uraikan dari beberapa laporan yang masuk terkait PPDB tahun 2019 ke Ombudsman RI baik di perwakilan maupun pusat," kata anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy dalam siaran pers yang diterima Antara di Kupang, Jumat.
Ahmad menjelaskan dua permasalahan ini menyangkut ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap penerapan sistem zonasi dan kesalahpahaman tentang pendaftaran PPDB. Kedua faktor tersebut berkontribusi pada kondisi yang membuat masyarakat harus mengantre dan bahkan hingga bermalam di suatu sekolah untuk mendaftarkan anaknya bersekolah.
Ia mengatakan, masalah sistem zonasi juga telah menampung aspirasi kondisi daerah-daerah tertentu karena tidak meratanya jumlah sekolah di berbagai daerah. Hal ini, menurutnya, dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian sejauh tidak menyimpang dari tujuan utama zonasi, yaitu pemerataan pendidikan dan penghapusan sistem favoritisme.
Selain itu, Ombudsman juga menyesalkan terjadinya kesalahpahaman yang berdampak pada antrean panjang yang menimbulkan kekisruhan. "Kesalahpahaman masyarakat bahwa seolah-seolah siapa yang paling duluan membawa berkas ke sekolah akan diterima," katanya.
Menurut dia, persoalan ini muncul akibat kurang gencarnya sosialisasi dari pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta dinas terkait maupun sekolah di daerah. Dalam PPDB tahun ini, menurut Ahmad, Peraturan Mendikbud sudah terbit setidaknya enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB sehingga seharusnya dapat digunakan untuk persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Permendikbud tentang PPDB selalu terbit sebulan sebelum pelaksanaan PPDB sehingga menyulitkan pemerintah daerah untuk menyesuaikan dengan aturan baru.
"Untuk itu hendaknya sosialisasi lebih gencar untuk memberi penjelasan mengenai PPDB agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat," katanya.
Pihaknya meminta agar Kemendikbud memperkuat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dalam penerapan zonasi mengingat beberapa kepala daerah masih melakukan modifikasi sistem zonasi yang menyimpang dari tujuan utama.
"Aturan tentang sistem zonasi harus diterapkan secara tegas, tetapi juga komunikatif dengan masyarakat, lintas kementerian dan pemerintah daerah sehingga tujuan zonasi dipahami semua pihak," katanya.