REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Maskapai British Airways memutuskan menghindari rute penerbangan yang melintasi wilayah udara Iran, tepatnya di atas Selat Hormuz. Hal itu menyusul ketegangan yang tengah berlangsung di kawasan tersebut.
"Tim keselamatan dan keamanan kami secara konstan berhubungan dengan pihak berwenang di seluruh dunia sebagai bagian dari penilaian risiko komprehensif mereka di setiap rute yang kami operasikan," kata British Airways dalam sebuah pernyataan, dikutip Anadolu Agency, Jumat (21/6).
Sebelum British Airways, maskapai besar lainnya seperti Lufthansa, KLM, dan Qantas, juga telah memutuskan menghindari penerbangan yang melewati wilayah udara Iran. Langkah itu dilakukan setelah Otoritas Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) melarang seluruh maskapai di negaranya melewati kawasan tersebut.
Pelarangan dirilis FAA setelah pesawat nirawak AS, yakni RQ-4 Global Hawk, ditembak jatuh oleh Iran di wilayah itu pada Kamis (20/6). Menurut FAA, lokasi penembakan terhadap Global Hawk sangat dekat dengan rute atau jalur penerbangan komersial.
FAA mengaku mencemaskan kejadian tersebut. "Ada banyak pesawat penerbangan sipil yang beroperasi di daerah itu pada saat penembakan," kata FAA.
Presiden AS Donald Trump mengecam tindakan Iran. Menurutnya, Teheran telah melakukan kesalahan besar. Washington memang mengklaim bahwa Global Hawk tak memasuki wilayah udara Iran, tapi terbang di zona internasional.
Namun Iran menyanggah hal itu. Ia menyatakan tindakan AS provokatif dan membahayakan stabilitas di kawasan. Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht-Ravanchi telah meminta komunitas internasional menghentikan sepak terjang AS tersebut.
"Sementara Republik Islam (Iran) tidak mencari perang, ia memiliki hak yang melekat, di bawah Pasal 51 Piagam PBB, untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan terhadap tindakan bermusuhan yang melanggar wilayahnya dan bertekad mempertahankan tanah, laut, dan udaranya," kata Ravanchi dalam suratnya yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
"Komunitas internasional diminta untuk meminta AS mengakhiri tindakannya yang melanggar hukum serta mengganggu stabilitas di wilayah Teluk Persia yang sudah bergejolak," ujar Ravanchi. (Kamran Dikarma)