REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai desakan percepatan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar akan membuat partai berlambang pohon beringin itubergoyang lagi. Menurut dia, jika pun ada evaluasi terhadap kinerja Golkar dan Airlangga Hartarto selaku ketua umum, jawabannya bukan mempercepat Munas.
"Cukup dengan mekanisme biasa yang sudah diatur Golkar," kata direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini di Jakarta, Sabtu (22/6).
Adi juga menilai Airlangga mampu mempertahankan elektabilitas partai berlambang pohon beringin itu di Pemilu Legislatif 2019. "Sejauh ini Golkar di tangan Airlangga sangat kondusif bahkan mampu mempertahankan elektabilitas di Pileg pascaturbulensi politik yang menyeramkan," kata dia.
Turbulensi politik yang dialami Golkar, yakni kasus korupsi yang melibatkan mantan ketua DPR sekaligus mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto, mantan menteri sosial yang sekaligus mantan sekjen Partai Golkar Idrus Marham, dan kasus suap politisi Golkar Bowo Sidik menjelang Pemilu 2019.
Adi menyebutkan, performa kinerja Airlangga juga memuaskan, terutama menjaga hubungan baik dengan pemerintah. Karena itu, tambah dia, tidak ada alasan krusial untuk mempercepat Musyawarah Nasional (Munas) Golkar.
"Sebagai partai yang selalu berada di kekuasaan, tentu butuh ketua yang memiliki chemistry dengan Presiden Jokowi. Minimal ada jaminan tak akan ada resistensi dari Golkar ke Jokowi," ucap Adi.
Politikus senior Partai Golkar Yorrys Raweyai mengusulkan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar dipercepat. Ia berpendapat Munas sebaiknya sebelum Presiden terpilih Joko Widodo menentukan para menteri di kabinet yaitu bulan Oktober 2019.
"Periode saat ini berakhir di Desember 2019. Namun kalau melihat dinamika saat ini, Munas dipercepat mengapa tidak. Sebelum Presiden terpilih Jokowi menentukan pilihan kabinet," kata Yorrys dalam diskusi Perspektif Indonesia, di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, Ketum Golkar kedepan tidak bisa sekaligus menjabat menteri di kabinet sehingga harus menentukan pilihan, apakah fokus menjadi pimpinan partai atau menjadi pembantu Presiden di kabinet. Yorrys mengatakan Ketum Golkar kedepan harus fokus dalam mengelola partai karena ada 500 lebih DPD Golkar Tingkat II dan 34 DPD Golkar Tingkat I.
"Apakah mau jadi Ketum Golkar atau menjadi Menteri di kabinet sehingga lebih fokus dan waktunya panjang yaitu lima tahun sehingga butuh waktu, persiapan dan kemampuan mengonsolidasikan," ujarnya.