REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan dan agamawan harus bisa memberi pencerahan kepada masyarakat. Seperti ilmuwan dan agamawan Muslim terdahulu yang karyanya memberikan kontribusi besar terhadap kemanusiaan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Nasaruddin Umar Office (NUO), Prof KH Nasaruddin Umar kepada media usai pembukaan International Conference on Interfaith and Sprituality di Ballroom Plaza Sinarmas, Jakarta, Ahad (23/6).
"Yang kita harapkan, bagaimana ilmuwan dan agamawan itu menjadi sang pencerah, ilmuwan (dan agamawan) jangan menjadi provokator," kata Nasaruddin kepada Republika, Ahad (23/6).
Menurutnya, ilmuwan dan agamawan harus menjadi ilmuwan dan agamawan sejati merujuk kepada referensi yang aktual. Mereka harus memberi pencerahan terhadap masyarakat. Maka sangat menyayangkan kalau ada ilmuwan dan agamawan memberikan pernyataan yang membuat keruh masyarakat.
Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut berpandangan, tidak benar kalau ilmuwan dan agamawan mengajak orang berhadap-hadapan satu sama lain. Sebab ilmuwan dan agamawan harus menjadi sang pencerah.
"Kalau kita melihat misi keilmuan untuk mewujudkan kebenaran, misi tokoh agama (agamawan) untuk mewujudkan kebaikan martabat kemanusiaan, jadi jangan melakukan sebaiknya," ujarnya.
Nasaruddin mengajak semuanya untuk menjadi sang pencerah bagi semua orang. Dia sangat yakin Bangsa Indonesia berpotensi untuk menjadi bangsa yang sangat utuh. Maka dia mengimbau semua orang untuk kembali kepada hati nurani.
InsyaAllah jika kembali kepada hati nurani tidak ada lagi perbedaan warna, artinya semuanya menjadi satu. Maka tidak perlu merasa resah karena berbeda warna, etnik, kewarganegaraan, jenis kelamin dan profesi. "Semuanya kita sama sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah," jelasnya.
Ia juga mengingatkan semua orang agar tidak menjadi orang yang egois. Maksudnya orang yang menyalahkan orang lain, sementara menganggap yang benar hanya dirinya. Jika masih suka menyalahkan orang lain, itu pertanda orang tersebut harus belajar.
Jika ada orang sudah melakukan introspeksi diri, artinya orang tersebut sedang belajar. Jika ada orang yang sudah tidak menyalahkan orang lain dan diri sendiri, maka orang tersebut selesai belajar.
"Orang arif itu tidak mencari kambing hitam, dia diam-diam menyelesaikan persoalan tanpa menepuk dada, ini yang kita harapkan, bagaimana ilmuwan (dan agamawan) itu menjadi sang pencerah," ujarnya.
Ia juga berpendapat bahwa jihad sebenarnya untuk menghidupkan manusia, bukan mematikan manusia. Jihad untuk menciptakan ketenangan, bukan meresahkan orang lain. Jihad sejati mengangkat martabat kemanusiaan, bukan merendahkan kemanusiaan.
Nasaruddin menegaskan, kalau ada penafsiran Alquran atau kitab suci lain tapi hasilnya adalah memprovokasi umat dan menindas. Maka harus ditinjau kembali karena itu bertentangan dengan spirit kitab suci.