Senin 24 Jun 2019 05:21 WIB

Pakar Sebut Sebagian Keterangan Saksi 02 Terklarifikasi

Kasus surat suara yang telah dicoblos oleh KPPS di Boyolali telah dilakukan PSU.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan keterangan saksi dari pemohon, yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yang diberikan di dalam sidang sudah ada beberapa yang bisa diklarifikasi. Misalnya, kasus surat suara yang telah dicoblos oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Boyolali sesuai kesaksian Nur Latifah, ternyata sudah dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Dia mengatakan, kasus tersebut juga telah terbukti diverifikasi dan diklarifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Badan pengawas pemilu (Bawaslu), dia melanjutkan, juga telah memberikan keterangan jika kasus tersebut sudah ditindaklanjuti. 

Baca Juga

Karena itu, ia menilai keterangan saksi tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 masih kurang kuat. "Nah kalau dilihat dari keseluruhan proses, tidak hanya waktu saksi memberikan keterangan tapi juga waktu di-cross checked, eksaminasi, saya sih melihatnya belum (kuat)," katanya di Jakarta, Ahad (23/6).

Hal itu, dia mengatakan, berdampak pada sulitnya petitum kubu 02 untuk dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). "Terus terang saja kalau saya sih melihat masih sangat kurang. Jadi memang waktu disampaikan di awal kesannya iya, tapi kan kita harus melihatnya waktu ada pemeriksaan sidang termohon, KPU maupun pihak terkait," kata Bivitri Susanti.

MK telah rampung menggelar sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli pihak-pihak bersengketa. Majelis selanjutnya akan menggrlar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sebelum mengumumkan putusan MK pada 28 Juni nanti.

Tim hukum Prabowo-Sandi mengajukan 15 butir petitum ke MK. Belasan tuntutan itu dibacakan pada sidang pendahuluan pada Jumat (14/6) lalu. Salah satu petitumnya adalah agar MK menyatakan batal dan tidak sah keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Mereka juga menyatakan jika perolehan suara yang benar adalah, 63.573.169 suara atau 48 persen bagi paslon 01 berbanding 68.650.239 suara atau 52 persen bagi paslon 02. Tim hukum Prabowo juga meminta MK untuk mendiskuakifikasi paslon 01 karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu secara TSM.

Sementara petitum Tim Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin menuntut majelis hakim MK menolak seluruhnya tuntutan yang diajukan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait perkara hasil Pilpres 2019. Mereka juga menyatakan bahwa MK tidak berwenang memeriksa permohonan pemohon, atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement