REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada Januari hingga Mei 2019 mencapai 68,46 miliar dolar AS. Jumlah tersebut turun 8,61 persen dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni 74,91 miliar dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, kinerja ekspor menghadapi tantangan luar biasa mengingat banyak negara tujuan yang mengalami perlambatan ekonomi. Termasuk China yang memiliki kontribusi 15 persen terhadap total ekspor Januari hingga Mei 2019.
"Pertumbuhan ekonomi di sana diketahui melambat dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (24/6).
Di sisi lain, Suhariyanto menambahkan, harga komoditas juga masih mengalami fluktuasi. Tidak terkecuali harga batubara dan minyak mentah Indonesia di dunia (Indonesia Crude Price/ ICP). Juga ada beberapa kendala lain di internal yang harus segera dipecahkan.
Dari total ekspor selama periode Januari hingga Mei, bahan bakar mineral masih berkontribusi terbesar, yakni 15,25 persen. Nilainya mencapai 9,62 miliar dolar AS, atau turun dari periode yang sama pada tahun lalu, yakni 10,08 miliar dolar AS.
Di posisi kedua adalah lemak dan minyak hewan/nabati yang memberikan 10,89 persen terhadap total ekspor Januari 10,89 persen. Nilainya mencapai 6,87 miliar dolar AS, turun 17,87 persen dari periode yang sama di tahun lalu, 8,37 miliar dolar AS.
Berdasarkan data BPS, tujuh dari 10 komoditas utama ekspor mengalami penurunan nilai sepanjang Januari hingga Mei 2019 dibandingkan Januari sampai Mei 2018. Penurunan terbesar terjadi pada golongan barang kapal laut sebesar 60,38 persen dan bijih, kerak dan abu logam hingga 51,82 persen.
Kondisi kontras terjadi pada golongan barang komoditas lokomotif dan peralatan kereta api dengan pertumbuhan 273,14 persen. Komoditas lain yang juga meningkat selama periode Januari hingga Mei 2019 adalah bubur kayu/ pulp dengan total perubahan 5,35 persen.
Pada periode Januari hingga Mei 2019, China masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai 9,55 miliar dolar AS. Nilai tersebut turun 6,86 persen dibanding dengan periode yang sama di tahun lalu, 10,25 miliar dolar AS.
"Komoditas utamanya, lignit, batubara dan minyak kelapa sawit," tutur Suhariyanto.
Tujuan utama ekspor terbesar kedua adalah Amerika Serikat dengan nilai 7,25 miliar dolar AS yang diikuti dengan Jepang 5,66 miliar dolar AS. Keduanya sama-sama mengalami penurunan 2,29 persen dan 17,50 persen dibandingkan Januari hingga Mei 2018.