REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan upaya mitigasi bencana yang maksimal akan mampu menekan korban jiwa dan kerusakan seminimal mungkin.
Daryono mengambil contoh antara gempa yang melanda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan gempa yang melanda Provinsi Suruga, Jepang, pada 2009, yang sama-sama berkekuatan 6,4 skala Richter (SR).
Kata Daryono, Suruga memiliki kesamaan dari segi kepadatan penduduk dengan DIY. Daryono menyebutkan pada gempa yang melanda DIY mengakibatkan 5.800 orang meninggal dunia, sementara gempa Suruga mengakibatkan satu korban meninggal dunia.
"Ini bukti bahwa mereka (Jepang) yang dengan serius mengupayakan bangunan tahan gempa akan dapat mengurangi korban sangat signifikan," ujar Daryono.
Daryono menyampaikan masyarakat Indonesia harus lebih mengenal potensi bencana di wilayahnya, termasuk upaya mitigasi di dalamnya. Daryono menilai, sudah menjadi risiko bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di margin lempeng.
"Mau tidak mau, suka tidak suka, ini lah kenyataan yang harus diterima. Untuk bisa harmoni dengan alam ya harus kenal tabiat alam dan kuasai bagaimana cara menghadapinya dengan cara beradaptasi," kata Daryono.
Contoh adaptasi yang efektif ialah dengan mendirikan bangunan kuat yang tahan gempa atau mendirikan bangunan dengan menggunakan bahan ringan seperti kayu atau bambu guna meminimalisir dampak gempa.
Daryono mengatakan bencana gempa kerap menarik perhatian masyarakat lantaran tingginya korban jiwa. Padahal, dia katakan, gempa tidak melukai, namun kondisi bangunan lah yang menjadi penyebab utama atas jatuhnya korban.
"Gempa tidak melukai dan tidak membunuh. Gempa menjadi human interest bila mana ada rumah rusak jatuh korban jiwa, jika bangunan kita sudah tahan gempa, bisa jadi gempa tak akan menarik lagi," ucap Daryono.
Pernyataan Daryono merupakan hasil percakapan dengan Kepala Stasiun Geofisika, BMKG Mataram, Agus Riyanto, di mana Republika.co.id telah diizinkan untuk mengutipnya.
Kepala Stasiun Geofisika, BMKG Mataram, Agus Riyanto mengatakan gempa terjadi lebih sering dari yang diketahui masyarakat pada umumnya. Kondisi gempa tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan seluruh dunia dengan besaran kekuatan yang berbeda.
"Di dunia ini setiap menit terjadi gempa, artinya gempa bisa terjadi kapan saja, tidak mengenal event tertentu, apakah hari-hari besar agama, libur nasional, atau cuti bersama," ujar Agus di Mataram, NTB, Senin (24/6).
Agus mengatakan ulasan Daryono memberi penyegaran kepada masyarakat melihat kurangnya giat sosialisasi yang dilakukan pemerintah daerah atau pemangku kebijakan terkait lainnya.
"Harapannya dari ulasan itu masyarakat selalu waspada dan siap siaga, bila terjadi gempa sudah mengetahui apa yang harus dilakukan, sederhana tapi harus dilatih berulang-ulang," kata Agus.
Agus menyampaikan, upaya antisipasi menghadapi terjadinya bencana bisa dilakukan dengan membangun rumah ramah lingkungan dan tahan gempa serta mitigasi jalur evakuasi.