REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Orang-orang Arab jahiliyah mempercayai Syawal adalah bulan sial. Karena itu, mereka cenderung menghindari menikahkan anak-anaknya di bulan tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, KH Masduki Baidlowi, mengungkapkan kepercayaan seperti itu tidak hanya ada di masyarakat Arab jahiliyah, tetapi juga di Indonesia.
Awal mulanya, menikah antara dua hari raya id (Idul Fitri dan Idul Adha) dianggap pamali. Pada tanggal-tanggal itu dianggap masa terjepit. Karena itu, banyak yang percaya bahwa kalau menikah, rezekinya terjepit dan sempit. “Itu tak benar, karena Syawal itu adalah bulan yang sangat baik,” kata Masduki kepada Republika.co.id, Senin (24/6).
Selain itu, banyak unta betina tidak mau kawin pada tanggal-tanggal itu. Hal itu juga dipercayai orang Arab jahiliyah sebagai pertanda tak baik menikah pada Syawal.
Untuk mematahkan itu, kata Masduki, Rasulullah SAW menikahi istri yang paling dia cintai pada Syawal. Rasullullah SAW memang mengemban tugas utama menyempurnakan akhlak manusia. Karena itu, hal-hal yang akhlaknya sudah ada, baik, dan tak bertentangan dengan ajaran Islam, maka itu dibiarkan saja.
Dia mengatakan banyak tradisi Arab yang tak bertentangan dengan Islam, akhirnya diadopsi sebagai ajaran agama. Terhadap hal-hal yang bertentangan dengan Islam, maka Allah SWT menghapus melalui Rasulullah SAW, salah satunya, yakni tahayul menikah pada Syawal.
“Bulan yang sangat baik untuk menikah bagi siapa saja. Jadi itu sangat bagus, setelah menahan hawa nafsu sebulan, ada puasa sunah enam hari pasca-Ramadhan, sehingga sunah melakukan pernikahan,” ujar Masduki.