REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Banyak masyarakat yang menikah pada Syawal. Alasannya, karena Syawal adalah bulan baik. Namun, ternyata Syawal pernah dianggap bulan sial oleh bangsa Arab jahiliyah. Kemudian, Rasulullah SAW mematahkan kepercayaan itu dengan menikahi Aisyah RA.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis mengamini, banyak orang yang menganggap menikah setelah Ramadhan sampai Idul Adha dianggap tanggal sial pada zaman dahulu. Sebab, hewan unta yang kawin pada tanggal-tanggal itu, menjadi mandul.
Sehingga, orang-orang percaya dengan tahayul itu. Mereka menganggap menikah pada Syawal akan membuat pernikahan tidak lama, kesialan berumah tangga, tidak bisa hamil.
“Nah, Nabi (Rasulullah SAW) menjawab itu, nggak ada hubungannya (Syawal) dengan kesialan, itu hanya bagian tahayul,” kata Kiai Cholil kepada Republika.co.id, Senin (24/6).
Rasulullah SAW mematahkan tahayul itu dengan menikahi Aisyah pada Syawal. Selain itu, Aisyah juga menikahkan orang-orang pada Syawal.
Kiai Cholil mencatat setidaknya ada lima keutamaan menikah pada bulan ini. Pertama, mengikuti Rasulullah SAW yang menikah pada Syawal. Kedua, karena menolak atau menepis kepercayaan tahayul yang tak sesuai syariah.
Ketiga, Syawal adalah bulan di mana kita dalam keadaan bersih, karena setelah beribadah puasa. Seseorang dalam keadaan baik, sehingga pas berkeluarga dalam keadaan lurus.
Keempat, Syawal itu bulan silaturahim untuk merekatkan hubungan. Kelima, seseorang sedang dalam keadaan bersih hati, sehingga lebih lurus.
“Andaikan bulan lain, bisa. Ini kan hanya keutamaan. Nabi ada menikah pada Sya’ban. Bulan apapun baik, tapi kecuali kita merasa lebih utama karena mengikuti Rasulullah SAW,” ujar dia.
Kiai Cholil menjelasakn kepercayaan orang-orang jahiliyah itu berdasarkan kepercayaan dan kebiasaan. Penemuan tersebut mereka yakini menjadi sebuah keyakinan. Kemudian, mereka menyimpulkan Syawal sebagai bulan terjepit adalah bulan yang tidak baik.
“Dari proses pengalaman hidup, lalu menjadi mitos dan kepercayaan turun-temurun di antara mereka. Nah itu yang dijawab Rasulullah SAW dengan menikah sendiri,” kata Kiai Cholil.