Selasa 25 Jun 2019 08:11 WIB

Pencopotan Kalapas Wajibkan Baca Alquran, Ini Respons PKS

Muzammil tak percaya kalau syarat mampu baca Alquran buat keonaran di lapas Polewali.

Rep: Rizky Suryarandika/Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Almuzammil Yusuf
Foto: Twitter
Almuzammil Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi DPR RI Komisi III Al Muzzammil Yusuf menanggapi kabar penerapan syarat pembebasan berupa wajib baca Alquran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat.

Ia mendukung syarat tersebut karena mampu merangsang narapidana untuk belajar agama Islam. Muzammil membantah jika penerapan syarat itu malah menciptakan ketidaknyamanan di kalangan narapidana. 

Baca Juga

"Saya tidak percaya kalau syarat mampu membaca Alquran itu membikin keonaran di tengah penghuni lapas yang Muslimin," katanya pada wartawan, Senin (24/6) malam.

Politikus PKS tersebut merasa penerapan syarat baca Alquran bukan suatu kewajiban bagi narapidana, melainkan sebagai langkah maju agar narapidana mau belajar Alquran.   "Saya kira syarat itu lebih sebagai stimulus agar mereka mau belajar, ketimbang sebagai syarat mutlak," ujarnya.

Walau begitu, menurutnya wajar bila kebijakan tersebut menuai polemik hingga penolakan. Sebab, ia mengakui ada pihak-pihak yang tak ingin agama Islam punya pengaruh kuat di Lapas.   "Tapi kalau syarat itu membuat enggak nyaman sebagian pihak mungkin saja. Karena dikhawatirkan akan ada Islamisasi Lapas," ucapnya.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna H Laoly menyatakan ketika wajib baca Alquran diterapkan sebagai syarat pembebasan itu melampaui kewenangan kalapas.

Yasonna pun menonaktifkan Kepala Lapas B Polman Haryoto yang menerapkan aturan wajib membaca Alquran bagi narapidana Islam yang menjalani pembebasan bersyarat. Aturan yang diterapkan tersebut ternyata berujung polemik dan menjadi pemicu kerusuhan di sana.    "Iya itu sudah ditarik orangnya ke kanwil," ujar Yasonna di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (24/6).

Yasonna menilai aturan baru yang diterapkan di Lapas Polewali Mandar tersebut terkesan memaksakan. Sebab, narapidana yang telah memenuhi syarat secara undang-undang seharusnya bisa bebas.

"Bahwa tujuannya itu baik, iya. Tapi membuat syarat, itu melampaui UU. Kalau nanti dia nggak khatam-khatam walaupun secara undang-undang sudah lepas kan nggak bisa. Tujuannya baik, tetapi memaksakan dengan cara begitu kan nggak boleh, akhirnya memancing persoalan," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement