REPUBLIKA.CO.ID, MEKSIKO CITY — Sebanyak hampir 15 ribu tentara Meksiko serta pasukan Garda Nasional negara itu telah dikirimkan ke wilayah perbatasan. Langkah tersebut dilakukan untuk membendung aliran imigrasi ilegal melintasi perbatasan ke Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya, Meksiko kerap tidak menggunakan pasukan keamanan di perbatasan negara itu, untuk menghentikan warga asing tidak berdokumen melintas ke AS. Tindakan itu telah menuai kritikan dalam beberapa waktu terakhir.
Namun, Pemerintah Meksiko kali ini mengambil langkah terbaru dengan mengerahkan pasukan setelah adanya ancaman dari Presiden AS Donald Trump. Ancaman tersebut adalah dengan mengenakan tarif awal sebesar lima persen pada seluruh barang ekspor negara itu dan dapat dinaikkan hingga 25 persen jika masalah di perbatasan tak kunjung terselesaikan.
Kepala Angkatan Darat Meksiko Luis Cresencio Sandoval mengatakan tentara diperlukan untuk mendukung para pejabat imigrasi. Ia mengungkapkan ada sekitar 6.500 anggota pasukan keamanan yang dikirim ke daerah perbatasan selatan Meksiko dan Guatemala.
"Jika kami meninggalkannya sepenuhnya di tangan National Institute of Migration, itu tidak mungkin. Itu sebabnya kami memberikan dukungan, ini adalah strategi yang ditempuh di kedua perbatasan,” ujar Sandoval dilansir The National, Selasa (25/6).
Garda Nasional, pasukan tentara, marinir dan polisi federal menjadi jantung atau inti dari rencana Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador untuk memulihkan ketertiban di negara dengan tingkat kekerasan yang tinggi tersebut. Saat ini, pasukan khusus masih dalam proses pembentukan. Seorang jenderal veteran di Kementerian Keamanan disebut akan menjadi pemimpin pasukan.
Mantan pejabat keamanan nasional Meksiko Gustavo Mohar mengatakan pasukan negara itu belum pernah difungsikan seperti ini sebelumnya. Ia mengatakan apa yang terjadi saat ini menyedihkan.
Menurut Mohar, Garda Nasional seharusnya tidak menerapkan kebijakan migrasi. Namun, hal itu harus dilakukan karena otoritas migrasi negara yang kewalalahan.
Pada 7 Juni lalu, Meksiko mengatakan akan mengurangi secara signifikan jumlah migran yang mencapai perbatasan AS dalam waktu 45 hari. Namun, jika hal itu gagal, maka pemerintah akan mempertimbangkan untuk mengubah undang-undang guna memenuhi permintaan Trump, bahwa negara itu harus menjadi zona penyangga untuk menghentikan migran memasuki AS.
Sebagian besar orang yang ditangkap di perbatasan AS-Meksiko berasal dari sejumlah negara Amerika Tengah. Mayoritas migran berasal dari negara dengan tingkat kekerasan dan kemiskinan yang tinggi, yaitu Guatemala, Honduras, dan El Salvador.