Selasa 25 Jun 2019 15:57 WIB

BMKG: Suhu Dingin di Dieng Fenomena Normal

BMKG menyebut kejadian suhu dingin di Dieng sebagai fenomena yang normal.

Rep: Mabruroh/ Red: Yudha Manggala P Putra
Embun beku yang muncul akibat penurunan suhu hingga minus tujuh derajat celcius menyelimuti kompleks Candi Arjuna, di dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (25/6/2019).
Foto: Antara/Idhad Zakaria
Embun beku yang muncul akibat penurunan suhu hingga minus tujuh derajat celcius menyelimuti kompleks Candi Arjuna, di dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (25/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Suhu dingin cukup ekstrem beberapa waktu belakangan terjadi di wilayah dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah. Menurut BMKG fenomena tersebut masih normal.

“Menyikapi kondisi suhu dingin yang menyebabkan terjadinya fenomena embun beku di wilayah dataran tinggi Dieng dalam beberapa waktu belakangan ini, kejadian kondisi suhu dingin tersebut merupakan fenomena yang normal,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono R Prabowo melalui siaran pers yang diterima Republika, Selasa (25/6).

Ia menuturkan, beberapa hari terakhir suhu udara di sebagian wilayah Indonesia selatan ekuator, khususnya di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara, cukup dingin dan mengalami penurunan signifikan pada malam hari. Secara umum, terangnya, kondisi suhu dingin ini terjadi akibat adanya aliran massa udara dingin dan kering dari wilayah benua Australia atau dikenal dengan aliran monsun dingin Australia.

Secara klimatologis, Mulyono menuturkan, monsun dingin Australia aktif pada periode Juni, Juni, dan Agustus. Yang umumnya merupakan periode puncak Musim Kemarau di wilayah Indonesia selatan ekuator.

Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia inilah, menurutnya yang menyebabkan kondisi udara menjadi relatif lebih dingin. Terutama pada malam hari dan lebih signifikan peningkatan suhu dingin dirasakan oleh mereka di wilayah dataran tinggi atau pegunungan.

Mulyono menjelaskan, dengan kondisi di Indonesia yang memasuki musim kemarau dengan cuaca cerah dan atmosfer dengan tutupan awan sedikit di sekitar wilayah Jawa-Nusa Tenggara, dapat memaksimalkan pancaran panas bumi ke atmosfer pada malam hari. Sehingga suhu permukaan bumi akan lebih rendah dan lebih dingin dari biasanya.

“Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi saat musim hujan atau peralihan, di mana kandungan uap air di atmosfer cukup banyak karena banyaknya pertumbuhan awan, atmosfer menjadi semacam reservoir panas sehingga suhu udara permukaan bumi lebih hangat,” jelasnya.

Ia menambahkan, berdasarkan data pengamatan BMKG selama sepekan, suhu udara lebih rendah dari 15 derajat Celcius tercatat di beberapa wilayah. Di antaranya di Frans Sales Lega (NTT) dan Tretes (Pasuruan), suhu udara rendah terukur di Frans Sales Lega (NTT) hingga 9,2 derajat Celcius pada 15 Juni 2019.

Kondisi suhu dingin tersebut akan lebih terasa dampaknya seperti di wilayah dataran tinggi Dieng, ataupun daerah pegunungan lainnya di mana pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan terbentuknya embun beku atau frost.

“Diprediksikan potensi kondisi suhu dingin seperti ini masih dapat berlangsung selama periode puncak musim kemarau, Juni, Juli, Agustus, terutama di wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara,” kata Mulyono.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement