REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri meminta agar aksi penyampaian pendapat saat pembacaan putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung tertib dan damai. “Saya minta jangan buat kerusuhan,” kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).
Tito juga berharap aksi dan penyampaian pendapat pada saat putusan MK tak ditunggangi kelompok anarkistis yang ingin membuat situasi menjadi keruh karena rusuh. “Saya minta, termasuk bagi pihak ketiga (yang ingin membuat kerusuhan), mungkin. Percayalah, masyarakat Indonesia tidak menghendaki adanya kerusuhan,” kata dia.
Bahkan, Tito mengimbau, sebenarnya tidak perlu ada masyarakat yang melakukan demonstrasi di sekitaran Gedung MK. Apalagi, Prabowo pun Sandiaga meminta agar para pendukungnya tak melakukan demonstrasi selama MK bersidang.
Pada kesempatan tersebut, Tito mengapresiasi imbauan paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang meminta para pendukungnya tak melakukan demonstrasi selama MK bersidang. Sebab, Tito tidak ingin aksi damai yang digelar menjelang putusan MK berujung kerusuhan seperti saat gelaran serupa di Simpang Sarinah, Gedung Bawaslu, pada 21-22 Mei lalu.
Pada aksi 21-22 Mei lalu, sembilan warga meninggal dunia, dan 800-an orang luka-luka akibat bentrok antara massa liar dan satuan Brimob. “Peristiwa 21-22 Mei, masyarakat tidak menghendaki kerusuhan. Jadi siapa pun yang membuat rusuh, akan menjadi musuh masyarakat,” ujar Tito.
Jika aksi tetap berlangsung, Tito berharap aksi unjuk rasa pada 27 Juni dapat berlangsung tertib dan damai. “Saya sangat mengharapkan, bagi yang unjuk rasa, ingat aturan-aturan. Kalau ada yang menggangu ketertiban publik, dan hak orang lain, mengganggu persatuan dan kedamaian, kita akan tindak,” sambung dia.
Tito menegaskan, petugas keamanan tak bakal segan membubarkan unjuk rasa jika berujung kerusuhan. Kendati demikian, Tito memastikan, personel pengamanan nantinya tak dibolehkan membawa senjata dengan amunisi tajam.
“Itu protap (prosedur tetap). Jadi nanti kalau ada peluru tajam, saya pastikan itu bukan dari anggota Polri atau TNI,” ujar Tito.
Tito mengatakan, ia bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sepakat menyampaikan instruksi kepada para komandan lapangan untuk pengamanan. Dalam instruksi tersebut, personel diminta hanya membawa amunisi karet tak mematikan.
Dia mengatakan penggunaan peluru karet itu pun tak asal dimuntahkan oleh petugas tanpa adanya perintah dari atasan. Selain hanya membawa peluru karet, petugas keamanan dari Polri hanya dibekali pentungan, dan tameng anti huru-hara.
Peringatan tersebut disampaikan oleh tito menjelang aksi Halalbihalal 212 di Gedung MK pada 27 Juni mendatang. Rencananya, saat pembacaan putusan tersebut, massa dari kelompok pendukung Prabowo-Sandiaga akan melakukan aksi unjuk rasa damai di sekitaran MK atau Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Kelompok yang mengatasnamakan Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) tersebut memberikan tema aksi demonstrasi damai itu sebagai Halalbihalal 212 2019. Kelompok GNKR ini sudah kerap melakukan unjuk rasa damai di Patung Kuda, Merdeka Barat, sejak sidang perdana MK pada 14 Juni lalu.
Kemarin (24/6), Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, untuk pengamanan sidang putusan MK, Polri bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan menerjunkan sekitar 47 ribu personel keamanan. Sebanyak 17 ribu dari satuan militer, sedangkan sekitar 28 ribu dari korps kepolisian. Sebanyak 2.000 personel keamanan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga ikut membantu pengamanan Ibu Kota pada 27 Juni.
Dedi menerangkan, sebanyak 13 ribu personel gabung Polri dan TNI akan melakukan pengamanan di MK. Sedangkan yang lainnya tersebar untuk siaga pada objek-objek vital pemerintahan dan perekonomian, serta perkantoran wakil negara asing.