REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan berencana untuk memangkas kompensasi subsidi listrik PLN pada tahun depan. Hal itu sebagai upaya untuk mengurangi risiko yang dapat terjadi pada keuangan negara pada 2020 mendatang.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara, mengatakan, sejak tahun 2017 silam, tarif listrik tidak pernah mengalami penyesuaian hingga saat ini. Di satu sisi, kian lama harga listrik makin meningkat. Kondisi tersebut membuat adanya selisih antara harga listrik yang disubsidi dan harga keekonomian listrik.
Selisih tersebut, kata Suahasil, ditanggung pemerintah yang disebut sebagai kompensasi dan dibayarkan kepada PLN. "Sejak 2017 tidak dilakukan adjustment tarif akibatnya ada selisih antara harga keekonomian dengan tarif yang betul-betul ditetapkan," kata Suahasil dalam Rapat Kerja Badang Anggaran di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6).
Karena itu, pemerintah pun berencana memangkas pemberian kompensasi kepada PLN terhadap seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh PLN. Sebab, kata Suahasil, PLN sampai dengan saat ini masih menjual listrik dengan tarif yang di bawah keekonomian.
"Kita tidak inginkan berlarut-larut, karena itu salah satu arahan kebijakan ke depan adalah mengurangi kompensasi ini," kata Suahasil.
Langkah tersebut, menurut Suahasil, akan meringankan beban keuangan negara. Meskipun, sebagai implikasinya bakal berdampak negatif pada keuangan perseroan PLN.
Terbebaninya PLN itu dipastikan karena di sisi lain, pemerintah belum mengizinkan kenaikan tarif listrik. Pemerintah, kata Suahasil, masih mengkaji kemungkinan kenaikan tarif listrik.