REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Sebanyak delapan orang yang diduga adalah bagian dari Ikhwanul Muslimin ditahan pihak berwenang Mesir. Dalam sebuah laporan, mereka telah dituding membantu mendanai kelompok tersebut untuk menggulingkan negara.
Dilansir Times of Israel, sebanyak delapan orang yang ditahan diantaranya adalah pengusaha, jurnalis, dan tokoh politik. Dalam laporan sebuah sumber, mereka telah berada dalam tahanan selama 15 hari.
Amnesty Internasional mengatakan bahwa penangkapan yang ‘mengerikan’ itu memiliki motif politik. Penahanan orang-orang yang diduga terkait Ikhwanul Muslimin itu juga terjadi setelah Kementerian Dalam Negeri Mesir mengkonfirmasi operasi keamanan dilakukan di sejumlah kota negara itu pada Selasa (25/6).
Dalam laporan Kementerian Dalam Negeri Mesir, sebanyak 19 kantor bisnis terjaring dalam operasi yang dilakukan polisi di Ibu Kota Kairo, Alexandria, dan Ismaila. Penggerebekan dilakukan sebagai respons atas usaha yang diduga dilakukan untuk mendanai rencana penggulingan negara serta lembaga pemerintahan.
Meski demikian, Pemerintah Mesir tidak merinci jenis bisnis apa saja yang telah ditergetkan. Namun, usaha tersebut diyakini berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin.
Salah satu yang terjaring dalam penangkapan ini diketahui adalah Zyad Elaimy. Dia saat itu sedang mengunjungi seorang teman di Maadi, wilayah pinggir Kairo dan polisi melakukan penahanan terhadapnya pada Selasa (25/6) dini hari.
“Beberapa orang menangkapnya (Elaimy) dan dia mulai berteriak kepada temannya dan menerima hal itu,” ujar ibu el-Elaimy, Ekram Youssef dilansir Times of Israel, Rabu (26/6).
Elaimy memainkan peran kunci dalam gerakan yang membuat Husni Mubarak menjadi seorang presiden Mesir. Dia juga pernah menjabat sebagai anggota parlemen negara itu selama satu tahun.
Kemudian di antara mereka yang ditangkap adalah Hassan Barbary. Pada awalnya, dia dituduh bergabung dan mendanai Ikhwanul Muslimin. Sementara dua orang lainnya yang ditahan dilaporkan menghadapi tuduhan berkolaborasi untuk menyebarkan berita palsu.
Pengawas hak asasi Amnesty mengecam pihak berwenang Mesir karena melakukan tindakan yang disebut sebagai penganiayaan sistematis dan tindakan brutal terhadap siapapun yang secara berani mengkritik mereka. Sejak militer kembali menguasai pemerintahan negara Afrika tersebut pada 2013, penumpasan luas terhadap perbedaan pendapat telah terjadi lagi.
Ribuan orang telah dipenjarakan melalui pengadilan yang tidak transparan dan dikecam secara internasional. Meski demikian, Pemerintah Mesir mengatakan pihaknya melakukan tindakan yang bertujuan melawan terorisme.