REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengatakan media arus utama atau mainstream masih tetap kuat dan menjadi referensi bagi masyarakat meski ada media sosial.
"Kepercayaan publik tetap ada di pundak wartawan yang serius karena wartawan punya pedoman menulis dan verifikasi," kata Ketua PWI Atal S Depari dalam Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Rabu (26/6).
Selain itu, kerja jurnalistik wartawan juga berdasarkan kode etik dan mementingkan akurat meski berada di era digital yang serba cepat. Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan hoaks muncul saat momen tertentu, salah satunya saat pemilu seperti di beberapa negara termasuk Indonesia, dan bahkan di Amerika Serikat.
Dalam forum bertajuk "Pers di Pusaran Demokrasi" itu, Agus mengatakan di Amerika Serikat terjadi peralihan media consumption reborn dari media sosial ke media konvensional setelah banyaknya hoaks 2016. Begitu juga di Indonesia ketika pemerintah membatasi akses ke media sosial setelah terjadi kericuhan di Jakarta, 21-22 Mei lalu, pers Tanah Air justru memiliki peluang besar dengan beralihnya media sosial ke media konvensional.
"Ruang pemberitaan media massa utamanya online (daring) itu naik hitnya. Artinya ada kebutuhan informasi pemberitaan yang lebih bagus dari pada yang menyebar di media sosial," katanya.
Agar media massa menjadi media arus utama kembali, Agus mengimbau tidak menjadi pengikut media sosial. Selain Atal Depari dan Agus Sudibyo, dalam forum yang dilaksanakan di gedung serbaguna Kominfo itu, juga menghadirkan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis.