REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mengklaim, jumlah kasus dugaan kelalaian medis atau malapraktik di Indonesia kian menurun. Hal itu lantaran semakin banyaknya rumah sakit, klinik, bahkan puskesmas yang terakreditasi.
“Mutu dan pelayanan sudah bagus (pelayanan medisnya), karena sekarang ini rumah sakit yang sudah terakreditasi kecil masalahnya. Tinggal yang belum diakreditasi atau baru sekali akreditasi, untuk bagus seperti RSCM itu minimal tiga kali diakreditasi,” kata Ketua Kompartemen Hukum, Advokasi, dan Mediasi Persi Prof Budi Sampurna dalam diskusi di SIP Law Firm Jakarta, belum lama ini.
Meski demikian, Budi tidak bisa menyebutkan persentase atau jumlah penurunan angka kasus dugaan, kelalaian medis tersebut. Itu karena selama ini Persi tidak melakukan pendataan secara khusus.
Terlebih, menurut dia, cukup banyak kasus dugaan malapraktik yang diselesaikan dengan jalan mediasi. Alhasil, kasus tersebut akan dianggap selesai di level rumah sakit.
"Kalau kami kumpulkan data, artinya kami harus kumpulkan dulu pengacara-pengacara yang biasa menangani dugaan malapraktik, termasuk pengacara rumah sakitnya. Tapi, paling susah (mencari keterangan) dari rumah sakit, rumah sakit itu paling tidak mau,” kata dia.
Sementara itu, adanya kebijakan urun biaya bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-Kes) juga dinilai sebagai angin segar bagi rumah sakit yang selama ini menerima pasien BPJS. Budi berharap, ke depannya urun biaya ini bisa memberi keuntungan baik bagi rumah sakit dan juga masyarakat.
“Sebelum ada kebijakan urun biaya ini kan sudah banyak rumah sakit yang teler sehingga tidak bisa memberikan pelayanan yang baik jadi urun biaya ini diharapkan bisa membuat pelayanan kesehatan untuk peserta BPJS kembali maksimal dan rumah sakit tidak merugi,” ujar dia.