REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Perekonomian Singapura kemungkinan akan mengalami shallow technical recession atau resesi dangkal secara teknis di kuartal ketiga. Prediksi ini disampaikan lembaga riset ekonomi Maybank Kim Eng seiring dengan kondisi perdagangan global yang semakin memburuk.
Konflik yang meningkat antara Amerika dengan Cina memberikan beban terhadap ekonomi berbasis ekspor Singapura. Ekonom Maybank memproyeksikan, pertumbuhan ekspor akan mencapai 1,3 persen tahun ini. Angka tersebut turun dari proyeksi sebelumnya, 1,6 persen, dan lebih rendah dari prediksi pemerintah di kisaran 1,5 hingga 2,5 persen.
Dilansir di Strait Times, Kamis (27/6), pertumbuhan ekonomi Singapura tercatat mengalami kenaikan 1,2 persen pada kuartal pertama di 2019. Angka itu terbilang moderat dibandingkan revisi pertumbuhan 1,3 persen pada kuartal terakhir tahun lalu.
Ekonom Chua Hak Bin dan Lee Ju Ye menjelaskan, perang dagang yang semakin meluas pada sektor teknologi berdampak terhadap disrupsi rantai pasokan yang intens. "Amerika juga lebih menekan kontrol ekspor pada perusahaan-perusahaan teknologi Cina," ujarnya.
Penurunan kinerja ekspor telah menghantam sektor manufaktur. Berdasarkan data pada Rabu (26/6), sektor ini mengalami kontraksi hingga 2,4 persen pada Mei yang dikontribusikan dari penurunan pengiriman produk elektronik sampai 10,8 persen.
Maybank Kim Eng menuturkan, outlook untuk elektronik melemah terutama ketika pengontrolan ekspor AS memukul produsen pembuat chip terkemuka seperti Broadcom dan Intel Corp yang beroperasi di Singapura.
Apabila resesi terjadi, ini akan meningkatkan kemungkinan pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral pada Oktober. Otoritas Moneter Singapura yang menggunakan tingkat nilai tukar sebagai alat utama, diketahui membiarkan kebijakannya tidak berubah sejak April.
Untuk pertumbuhan ekonomi Singapura pada kuartal kedua, Maybank Kim Eng memproyeksikan akan tumbuh lemah pada 0,8 persen. Angka tersebut melemah dibanding dengan pertumbuhan 1,2 persen pada kuartal pertama, seiring dengan kontraksi pada manufaktur dan pertumbuhan industri melambat.
Para ekonom mencatat, manufaktur sudah berkontraksi 1,2 persen pada periode April hingga Mei sementara sebelumnya 0,4 persen pada kuartal pertama. Mereka memprediksi, manufaktur akan kembali berkontraksi pada Juni. Sedangkan, konstruksi yang berkontribusi terhadap empat persen PDB tetap tumbuh dengan sehat.
"Tapi, tidak akan cukup memenuhi perlambatan manufaktur dan industri jasa," tuturnya.