REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Utusan Khusus PBB untuk Suriah Geir Pedersen akan berusaha memajukan proses perdamaian Suriah. Konflik di negara tersebut diketahui telah berlangsung lebih dari delapan tahun dan menyebabkan ratusan ribu orang tewas.
Pedersen mengatakan, dia sedang mencoba untuk mengatur sebuah komite untuk mengawasi proses reformasi konstitusi Suriah.
“Jelas Komite Konstitusi (Suriah) sendiri tidak akan banyak berubah. Tapi jika ditangani dengan benar dan jika ada kemauan politik, itu bisa menjadi pembuka pintu bagi proses politik yang lebih luas,” katanya dalam sebuah wawancara pada Kamis (27/6).
Pedersen mengungkapkan kepada para negara yang terlibat dalam konflik Suriah bahwa ia membutuhkan pengaturan internasional yang berbeda. Ia ingin mengumpulkan sekelompok negara berpengaruh di samping pertemuan Komite Konstitusi.
Mereka mencakup lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan dua negara yang telah aktif secara politik di Suriah, yakni Iran dan Turki. Selain itu, negara seperti Mesir, Jerman, Yordania, dan Arab Saudi juga akan turut dilibatkan.
“Ini menunjukkan bahwa kita berada dalam fase baru. Ini telah berlangsung terlalu lama dan harus mungkin bergerak maju. Ini tentu saja membutuhkan pemahamahaman yang lebih dalam antara Rusia dan AS tentang cara untuk maju. Kami juga sedang mengerjakannya,” ujar Pedersen.
Anggota Komite Konstitusi Suriah ditetapkan beranggotakan 150 orang. Sebanyak 100 anggota di antaranya diisi perwakilan dari pemerintah dan oposisi Suriah yang masing-masing berjumlah 50 orang. Sementara 50 sisanya diisi perwakilan yang disepakati Rusia, Iran, dan Turki sebagai negara yang turut terlibat dalam konflik di negara tersebut.
Konflik Suriah yang berlangsung sejak 2011, telah menyebabkan lebih dari 360 ribu orang tewas. Perang tak berkesudahan juga memaksa jutaan warga Suriah mengungsi ke berbagai negara, termasuk Eropa.