Jumat 28 Jun 2019 19:46 WIB

Dua Garis Biru, Film Debut Gina S Noer Sebagai Sutradara

Film Dua Garis Biru memuat banyak dialog menyentuh antara anak dan orang tua.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Reiny Dwinanda
Gina S Noer, penulis sekaligus sutradara film Dua Garis Biru.
Foto: Republika/Farah Noersativa
Gina S Noer, penulis sekaligus sutradara film Dua Garis Biru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film Dua Garis Biru ditayangkan premiere pada Kamis (27/6). Film yang ditulis oleh Gina S Noer itu juga menjadi debutnya sebagai seorang sutradara.

Gina menyebut sempat tak bisa tidur sebelum mendatangi premiere film besutannya. Sebagai orang yang biasanya menulis skenario dan produser, ia merasa menjadi sutradara mendatangkan kecemasan.

“Semalam nggak bisa tidur karena biasanya film ditonton sebagai penulis skenario atau produser. Sekarang sebagai sutradara. Rasanya kayak melahirkan, lebih stres daripada mau nikah,” ungkap Gina usai tayangan perdana filmnya itu di wilayah Jakarta Selatan, Kamis.

Gina mengungkapkan, Dua Garis Biru merupakan cerita yang dia gagas pada 2009. Dia sempat tak menyelesaikan draf selama sembilan tahun.

Setelah ditanyakan terus-menerus oleh sang produser Chan Parwez setiap kali bertemu, pada akhirnya Gina menyelesaikan draf Dua Garis Biru. Dia pun menerima tantangan untuk menjadi sutradara.

Dua Garis Biru menceritakan sepasang remaja usia SMA, yaitu Dara dan Bima yang terjerumus pergaulan seks bebas. Keduanya sempat mengalami rasa takut dan diselimuti dengan rasa penyesalan setelah melakukan hubungan badan.

Di sepanjang film, banyak adegan-adegan melibatkan konflik batin antara anak dan orang tua. Tak hanya itu, film yang akan tayang pada 11 Juli mendatang di bioskop-bioskop di Indonesia itu juga menampilkan performa ciamik dari para aktor senior, seperti Cut Mini, Lulu Tobing, dan Dwi Sasono sebagai orang tua dari kedua remaja itu.

Banyak kalimat-kalimat dialog yang menyentuh antara anak dan orang tua muncul pada film ini.

“Dua Garis Biru dimulai dari perasaan kita sebagai remaja atau orang tua, perasaan kalau kita tumbuh dewasa. Kesalahan yang akan terus dibuat saat kita menjadi anak yang menjadi orang tua,” jelas Gina. 

Meskipun proses penulisan draf ceritanya terbilang membutuhkan waktu yang sangat lama, namun Gina tak menyesalinya. Sebab, selama proses penulisan itu, dia juga mengalami perubahan mental sebagai orang tua.

Selama itu pulalah, Gina mengakui dia sempat mengalami syok mengetahui anaknya yang kedua lahir dalam keadaan bibir sumbing. Pada momentum itulah, dia mengalami pembelajaran yang menjadi titik balik dalam pembuatan cerita Dua Garis Biru.

“Saya berupaya terbaik kok anak saya tetap lahir dalam keadaan bibir sumbing, saya menangis tiga hari tiga malam. Tapi ternyata it's okay. Ketika kita tidak takut jadi orang tua, kita melihat masa depan dengan ketidaktakutan, kita lebih punya banyak harapan, itu jadi harapan besar buat saya dan saya menerima dengan nekat tawaran Pak Parwez. Kalau saya terus melihat masa depan dengan rasa takut, nggak maju maju,” jelas Gina.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement