REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang akan kembali memperbolehkan perburuan paus komersial setelah jeda selama 30 tahun mulai Senin (1/7). Negara tersebut secara resmi keluar dari Komisi Penangkapan Paus Internasional (IWC), yang mengatur perburuan paus global.
Pada Desember 2018, Jepang mulai menarik diri dari IWC setelah gagal meyakinkan komisi untuk memberi izin melanjutkan perburuan ikan paus komersial. Keputusan disampaikan perwakilan negara itu pada pertemuan umum IWC.
"Sekali lagi menjadi jelas bahwa mereka yang mendukung penggunaan berkelanjutan stok paus dan mereka yang mendukung perlindungan, tidak dapat berdampingan," kata juru bicara pemerintah Jepang, Yoshihide Suga.
Mulai bulan depan, nelayan dan pemburu Jepang diizinkan melakukan perburuan paus minke, paus bryde, dan paus sei di perairan Jepang. Ketiga jenis paus itu berstatus dilindungi versi IWC dan tak boleh diburu karena membahayakan ekosistem.
Sebagai konsekuensinya, Jepang tidak lagi mendapat izin melanjutkan perburuan paus dengan embel-embel "penelitian ilmiah" di Antartika. Termasuk, di perairan lain yang semula diperbolehkan untuk para anggota IWC.
Pada 1982, IWC melarang perburuan paus komersial yang mulai berlaku secara global pada 1986. Sejak itu, Jepang mengklaim kegiatannya sebagai "perburuan paus saintifik" namun tetap menjadi celah eksploitasi untuk penjualan daging paus.
Belum jelas berapa banyak paus yang akan ditangkap setiap tahun begitu Jepang melanjutkan perburuan komersial ikan paus. Sejak 1986, peraturan ini memungkinkan Jepang untuk membunuh ratusan paus setiap tahun.
Jepang bergabung dengan Islandia dan Norwegia secara terbuka menentang larangan IWC terkait perburuan paus komersial. Keputusannya memicu kecaman internasional dari para aktivis dan negara-negara antiperburuan paus.
"Perburuan paus adalah praktik yang sudah ketinggalan zaman dan tidak perlu. Kami terus berharap Jepang mempertimbangkan kembali posisinya dan menghentikan semua perburuan paus," kata Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters, dikutip dari laman CBS News.