REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan negara dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia, seharusnya memiliki pasar modal syariah yang dapat berkembang secara signifikan. Namun beberapa bulan akhir performa pasar modal syariah Indonesia secara indeks saham syariah tengah mengalami tren penurunan.
Analis Kebijakan Pendalaman Pasar Keuangan Syariah Komite Nasional Keuangan Syariah Bazari Azhar Azizi mengatakan penurunan tersebut terlihat jika dibandingkan dengan FTSE Shariah di Malaysia, maupun Dow Jones Islamic secara global terdapat faktor yang turut mempengaruhi performanya.
“Salah satunya adalah kondisi Current Account Defisit (CAD) Indonesia yang masih menunjukkan angka negatif, kondisi sektor riil pada awal tahun ini, yang cukup tertekan, di mana sektor ini merupakan konstituen dari Jakarta Indeks Syariah (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI),” ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (30/6).
Faktor lainnya, menurut Bazari, ketidakpastian hasil pemilu 2019 yang membuat koreksi cukup dalam dari akhir April hingga awal Juni 2019. Namun, dengan upaya yang pemerintah terutama penyesuaian Pajak Penghasilan (PPh) Badan harapannya turut mendorong sektor riil kembali bergairah dan menopang pertumbuhan dari pasar modal syariah Indonesia.
“Kepastian akan suksesi kepemimpinan di Indonesia yang sudah jelas, turut mendorong kepastian akan kelanjutan pembangunan dan memberikan dampak yang positif bagi pasar modal syariah Indonesia dalam kurun waktu semester II 2019,” jelasnya.
Kendati demikian, lanjut Bazari, pasar modal syariah Indonesia memiliki size yang berbeda dengan negara tetangga lainnya. Semisal, dibandingkan dengan Malaysia.
"Dari segi market cap, pasar modal syariah Indonesia lebih besar dibandingkan dengan pasar modal syariah di Malaysia,"'ucapnya.