REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada bulan Juni 2019 lebih rendah dibanding dengan dua tahun belakang. Sementara inflasi Juni tahun ini 0,55 persen, Juni 2018 mencapai 0,59 persen dan 0,69 persen terjadi pada dua tahun lalu.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan inflasi tersebut merupakan hal yang wajar. Sebab, terjadi perbedaan pola dimulainya bulan Ramadhan dan Lebaran selama tiga tahun terakhir. "Kalau di 2017 dan 2018, Ramadhan terjadi di tengah Mei, tahun ini berada di awal Mei," ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (1/7).
Suhariyanto menuturkan, dengan pola tersebut, puncak inflasi pada 2017 dan 2018 terjadi pada Juni. Sedangkan, pada tahun ini, puncak inflasi terjadi pada Mei yang tercatat mencapai 0,68 persen.
Dengan tingkat inflasi Juni 2019 mencapai 0,55 persen, angka inflasi tahunan atau year-on-year tercatat 3,28 persen. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu, yakni 3,12 persen, namun lebih rendah dibanding dengan 2017, 4,37 persen.
Suhariyanto menuturkan, angka inflasi tahunan hingga Juni 2019 menunjukkan kondisi ekonomi yang terkendali. Sebab, nilainya masih berada di bawah target pemerintah, yaitu 3,5 persen. Penyebabnya, berbagai program yang dilaksanakan pemerintah cukup berhasil.
Dari 82 kota yang terpantau, Suhariyanto menambahkan, sebanyak 76 kota di antaranya mengalami inflasi. Manado menjadi daerah dengan inflasi tertinggi, yaitu 3,60 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Singaraja. "Nilainya 0,02 persen," ucapnya.
Sebaliknya, terdapat enam kota yang mengalami deflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Tanjung Pandan dengan nilai 0,41 persen, sedangkan terendah adalah daerah Jayapura 0,08 persen.
Suhariyanto berharap, tingkat inflasi dapat tetap terkendali ke depannya melalui berbagai kebijakan pemerintah. Di antaranya dengan komunikasi bersama pemerintah daerah. "Sebab, inflasi nasional terjadi karena inflasi berasal dari 82 kota, sehingga komunikasi jadi penting," ujarnya.