Senin 01 Jul 2019 14:11 WIB

Filipina Yakini Serangan Bom Indanan Didalangi Militan Lokal

Serangan bom di Indanan menewaskan tiga tentara dan tiga warga sipil.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Bom (ilustrasi)
Foto: hasmi.org
Bom (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Kepolisian Filipina meyakini ledakan yang terjadi pekan lalu di negara itu dan mengakibatkan tiga tentara serta tiga warga sipil tewas didalangi oleh kelompok militan dari negara itu sendiri. Serangan juga diyakini berasal dari bom bunuh diri anggota kelompok tersebut.

"Apa yang kami ketahui bersama militer adalah mereka warga negara ini dan bukan berasal dari negara asing," ujar Oscar Albayalde, seorang kepala pasukan polisi Filipina dilansir The Strait Times pada Senin (1/7). 

Baca Juga

Jika dugaan tersebut terbukti, maka serangan pekan lalu di Filipina akan menjadi yang pertama dilakukan oleh warga lokal. Meski demikian, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan dalam pernyataan terpisah, bahwa belum ada kesimpulan akhir untuk kasus itu. 

"Ada yang mengatakan bahwa pelaku pengemboman itu adalah warga Indonesia, namun yang lain mengatakan warga Filipina. Mari tunggu terlebih dahulu," ujar Lorenzana.

Lorenzana mengatakan adanya kemungkinan bahwa tingkat ekstremisme di Filipina telah meningkat, secara khusus berasal dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang sebelumnya berafiliasi dengan kelompok militan di negara itu. Ledakan bom terjadi di Indanan, Jojo Island, daerah di selatan Filipina pada Jumat (28/6) lalu. Terdapat dua orang yang diyakini sebagai anggota kelompok militan melakukan aksi bom bunuh diri untuk menyerang pasukan tentara. 

Dalam sebuah pernyataan, direktur SITE Intelligence Group, yang memantau kelompok-kelompok ekstremis, menunjukkan foto dua orang yang diklaim sebagai anggota ISIS melakukan serangan. Mereka tampak seperti orang Asia Tenggara pada umumnya dan berusia antara 20-an. 

Sebelumnya, ada dua contoh kasus bom bunuh diri di Filipina, namun seluruhnya melibatkan kelompok militan asing. Sejumlah pejabat keamanan dan analis telah lama berasumsi bahwa kelompok ektremis lokal seperti Abu Sayyaf menghindari jenis serangan bunuh diri. 

Pada Januari lalu, terdapat warga Indonesia yang terkait dengan Abu Sayyaf menyerang gereja Katolik di Jolo. Dalam insiden itu, sebanyak 23 orang tewas dan sedikitnya 100 orang terluka. 

Sementara, pada Juli 2018, seorang warga Maroko yang diidentifikasi sebagai Abu Kathir Al-Maghribi, meledakkan bom yang disembunyikan di dalam sebuah van yang ia kendarai ke pos pemeriksaan militer di pulau Basilan, wilayah dekat Jolo. Ledakan itu langsung menewaskan seorang tentara, lima paramiliter, empat warga sipil, yang  termasuk di antaranya adalah seorang ibu dan anak.

Selama ini, di wilayah selatan Filipina diketahui ada tiga kelompok militan yang terkait dengan ISIS. Di antaranya adalah Maute yang pernah melakukan penyerbuan di Marawi pada 2017, kemudian Pejuang Kebebasan Islam Bangsamoro (BIFF) serta Abu Sayyaf, yang sebelumnya merupakan cabang dari organisasi teroris lainnya yatiu Al-Qaeda.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement