Senin 01 Jul 2019 15:31 WIB

Bank Dunia Pangkas Pertumbuhan Ekonomi RI Jadi 5,1 Persen

Kebijakan makroekonomi yang hati-hati berdampak pada pertumbuhan yang stabil.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Bank Dunia menyelenggarkan Oceans of Opportunity di Energy Building, Jakarta, Senin (1/7).
Foto: Republika/Novita Intan
Bank Dunia menyelenggarkan Oceans of Opportunity di Energy Building, Jakarta, Senin (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini berada pada level 5,1 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan prediksi Bank Dunia sebesar 5,2 persen.

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan rendahnya prediksi tersebut disebabkan faktor sentimen eksternal masih membebani Indonesia. Sebut saja, perang dagang Amerika Serikat dan Cina, konflik geopolitik global hingga Brexit.

Baca Juga

“Kami memperkirakan GDP Growth pada tahun ini sebesar 5,1 persen. Pada tahun depan diperkirakan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen,” ujarnya saat acara Oceans of Opportunity di Energy Building, Jakarta, Senin (1/7).

Menurutnya saat ini kebijakan makroekonomi yang terkoordinasi dan hati-hati telah membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di tengah gejolak global, sekaligus serangkaian bencana alam yang luar biasa. Pada kuartal pertama 2019 pertumbuhan PDB riil Indonesia tetap stabil di tingkat 5,1 persen.

"Meski terjadi gejolak global, ekonomi Indonesia tumbuh pada tingkat yang konsisten dengan pertumbuhan PDB triwulanan antara 4,9 hingga 5,3 persen selama 3,5 tahun terakhir," ungkapnya.

Sementara Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Rodrigo Chaves menambahkan manajemen ekonomi Indonesia yang bijaksana telah membuahkan hasil. Meski pada tahun lalu arus keluar modal dari pasar negara-negara berkembang lebih besar dari pada saat Amerika Serikat meningkatkan tingkat suku bunga pada 2013, ekonomi Indonesia tetap kuat sehingga membantu menurunkan tingkat kemiskinan ke rekor terendah sebesar 9,7 persen pada September 2018.

“Untuk mempercepat pertumbuhan dari tingkat sekarang, Indonesia membutuhkan reformasi struktural lebih banyak dan berkesinambungan, sambil mempertahankan kebijakan fiskal dan moneter yang kokoh,” ungkapnya.

Dia menjelaskan selama kuartal pertama 2019 terjadi peralihan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan investasi mulai menurun dari tingkat tertinggi selama beberapa tahun, sebaliknya konsumsi masyarakat dan pemerintah meningkat. 

“Hal ini membantu mengurangi tekanan pada defisit neraca berjalan yang besar pada 2018, sebagian akibat impor yang dipakai untuk investasi infrastruktur dan swasta,” jelasnya.

Ke depan, ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,2 persen pada tahun 2020. Proyeksi ini didukung oleh konsumsi masyarakat, yang diperkirakan akan terus meningkat karena inflasi tetap rendah dan pasar tenaga kerja yang kuat. 

Selain itu, posisi fiskal yang lebih kuat akan memungkinkan bertambahnya investasi pemerintah termasuk proyek infrastruktur baru dan upaya rekonstruksi di Lombok dan Palu pasca bencana alam. “Risiko terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia telah meningkat dengan adanya eskalasi ketegangan global belum lama ini yang bisa membebani perdagangan dunia,” ungkapnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement