REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan menceritakan momentum khusus yang berkesan dengan sastrawan Indonesia, Taufiq Ismail. Momentum itu, cerita Anies, terjadi saat dia dia duduk di bangku SMA.
Anies menceritakan, dia dan Taufiq merupakan satu keluarga dalam program pertukaran pelajar ke luar negeri yang diselenggarakan American Field Service (AFS). Taufiq, kata Anies, merupakan pelajar Indonesia generasi paling awal yang berangkat dalam program pertukaran pelajar ini.
Anies menyebut pada saat dia SMA, dia menjadi salah satu dari 23 siswa SMA yang mengikuti program pertukaran pelajar ke New York, Amerika Serikat. Pada saat akan bersiap pulang menuju ke Jakarta, dia bersama teman-temannya merasa terkejut karena penjemputnya adalah Taufiq Ismail yang merupakan seniornya.
“Penjemputnya adalah seorang Taufiq Ismail. Betapa beruntungnya 23 anak itu. Karena biasanya dijemput oleh senior, tapi tidak seperti sekelas Taufiq Ismail,” ungkap Anies saat memberikan sambutan dalam acara syukuran ulang tahun ke-84 Taufiq Ismail di Kafe Sastra Balai Pustaka di wilayah Jakarta Timur, Sabtu (29/6).
Anies dan teman-temannya saat itu merasa sangat beruntung dan antusias. Pada saat transit di Kuala Lumpur, Malaysia dalam perjalanan dari New York ke Jakarta, Anies dan teman-temannya diminta oleh Taufiq Ismail untuk membuat sebuah puisi. Anies merupakan salah satu siswa yang turut menyetor puisi kepada sastrawan itu.
“Jadi kami semua merasa beruntung dan kita perjalanan dari new york ke jakarta, mampir ke kuala lumpur, menjadi perjalanan yang mengesankan karena beliau kumpulkan kita semua, dan mengajak kita semua untuk menulis puisi dalam perjalanan New York ke Jakarta,” ungkap dia.
Dari peristiwa itu, Anies lalu memuji pencipta lirik “Sajadah Panjang” yang tengah berulang tahun itu. Menurut Anies, Taufik Ismail merupakan seseorang yang selalu merefleksikan nilai-nilai yang dia pegang dan perjalanan yang dialami oleh dirinya, bangsanya, dan umat.
Anies menjelaskan, karya-karya Taufiq Ismail selalu memiliki kata-kata yang merefleksikan sebuah situasi. “Puisinya selalu refleksi atas situasi, halus, lembut, tegas. Kata-katanya bukan hanya kata-kata yang gemulai saja, tapi kata-kata yang berotot. Kalimat-kalimat yang bisa membuat kita di satu sisi tersentuh, tapi di sisi lain menggolak semangat,” ujar Anies.
Di satu sisi, Taufiq pun membenarkan peristiwa yang diceritakan Anies saat itu. Hanya saja, dia lalu meminta maaf karena dia tak lagi mengkoleksi puisi-puisi 23 anak tersebut.
“Saya benar, ingat itu. Tapi, mohon maaf, puisi-puisinya telah hilang semua. Tapi untung masih ada yang bisa menceritakannya,” ujar Taufiq menunjuk Anies, saat itu.