Senin 01 Jul 2019 18:17 WIB

Siska Nirmala Menjadi Petualang tanpa Produksi Sampah

Masyarak mempunyai kebiasaan membungkus setiap makanan dengan plastik.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Pegiat zero waste, Siska Nirmala merupakan salah satu aktivis yang tengah menebar gerakan mengurangi sampah. Teknik berkegiatan di alam bebas tanpa memproduksi sampahnya sering diungkapkan di akun media sosial pribadinya.
Foto: Foto: Wilda Fizriyani/Republika
Pegiat zero waste, Siska Nirmala merupakan salah satu aktivis yang tengah menebar gerakan mengurangi sampah. Teknik berkegiatan di alam bebas tanpa memproduksi sampahnya sering diungkapkan di akun media sosial pribadinya.

REPUBLIKA.CO.ID, Gerakan mengurangi sampah, terutama plastik terus didengungkan hingga saat ini. Tak jarang beberapa pihak mencoba mengadakan kegiatan edukasi untuk mereka yang ingin berubah lebih baik. 

Pegiat zero waste, Siska Nirmala merupakan salah satu aktivis yang tengah menebar gerakan mengurangi sampah. Teknik berkegiatan di alam bebas tanpa memproduksi sampahnya sering diungkapkan di akun media sosial pribadinya. Kini telah ada ribuan akun yang mengikuti aktivitas pengelolaan sampahnya di Instagram

"Akhirnya mulai awal 2019 mulai beraniin bikin kelas offline," ujar perempuan yang memiliki hobi mendaki gunung ini kepada Republika.co.id di Kota Malang, Ahad (30/6).

Siska dan rekannya memiliki target melaksanakan kelas zero waste di 11 daerah sepanjang 2019. Dari Januari hingga Juni, Siska telah berhasil menggelar delapan kali acara di lima daerah. Antara lain Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Malang.

Dengan adanya gerakan ini, Siska berharap, dapat hadir para petualang baru di Indonesia. Terutama yang berkeinginan kuat tidak memproduksi sampah dalam menjalankan hobinya.

Kota Malang merupakan salah satu daerah yang baru saja melaksanakan kelas zero waste bersamanya. Hadir sekitar 41 orang dari Malang, Surabaya, Madura dan sekitarnya. Puluhan peserta dari berbagai usia ini antusias mempelajari cara mengelola sampah, terutama saat mendaki gunung.

Di kesempatan tersebut, Siska menceritakan, sejumlah alat yang harus dibawa ke manapun terutama saat mendaki. Dia selalu berupaya agar tidak membawa kantong plastik maupun makanan kemasan. Sebisa mungkin makanan yang dibawa dapat didaur ulang, seperti menjadi kompos.

Selain buah-buahan, Siska tidak lupa menyertakan sayuran dengan takaran secukupnya. Ia selalu menghindari membawa makanan kalengan, mi kemasan dan sebagainya. Hal yang pasti, ia selalu mengganti kantung plastik dengan jaring atau kain untuk memboyong bahan konsumsinya.

Menurut Siska, masyarakat Indonesia biasanya mempunyai kebiasaan membungkus setiap makanan dengan plastik. "Fungsi plastik sebenarnya apa di sini? Pemisah antara yang satu isinya mi, satu lagi plastik dan sebagainya. Bisa tidak fungsi ini diganti dengan kantung jaring? Bisa," tegas perempuan berdarah Sunda ini.

Di dalam perjalan petualangan alamnya, Siska selalu menolak menyimpan air kemasan dalam bentuk gelas maupun botol. Sedari dulu, dia selalu menginvestasikan tempat air berjenis tumbler dan gelas stainless. Selain dapat dipakai ulang, pengunaan ini mampu mengurangi sampah di alam.

Untuk kompor, Siska lebih memilih menggunakan berbahan bakar spiritus. Alasannya, bahan bakar ini dapat dibeli secara eceran lalu disimpan di wadah yang dapat dipakai ulang. Di sisi lain, kompor spiritus dapat lebih mudah mengatur apinya. "Terus saya juga bawa cooking set, sendok kayu dan sebagainya," jelas Siska.

Yang tak kalah penting, Siska tak pernah lupa menyertakan jeruk nipis di dalam kegiatan alamnya. Buah asam ini ternyata dapat dijadikan sebagai pembersih piring, panci dan sebagainya. Keberadaannya ini bisa menggantikan pemakaian tisu yang terkesan boros. 

Di dalam tahap mengolah masak, Siska bahkan tidak pernah lepas menerapkan gaya hidup zero waste. Seperti halnya dalam memanfaatkan minyak goreng. Ia selalu berusaha agar minyak tidak terbuang secara cuma-cuma."Jangan terlalu pakai banyak minyaknya," tegasnya.

Siska mengingat saat dia mendaki Gunung Pangrango bersama rekan-rekannya. Ketika itu, dia memasak makanan bawaan temannya, cireng. "Dipakai goreng cireng tapi tidak dalam jumlah banyak. Sisanya dipakai  ikan asin. Terus besok atau malamnya, pakai buat goreng telur orak-arik. Itu bisa bersihin minyak dan menghindari minyak jelantah," tambah Siska.

Peserta Yusuf sebenarnya sudah sangat familiar dengan gaya hidup zero waste. Sebagai pecinta alam, dia sudah sering melakukan aksi-aksi tersebut. Bahkan, ia tak pernah lupa membawa botol minuman tumbler sejak 2006.

Meski demikian, Yusuf mengaku belum mampu benar-benar tidak menghasilkan sampah sama sekali. "Belum sampai nol (sampah), baru mengurangi," terang pria berusia 42 tahun ini.

Meski belum mencapai zero waste, Yusuf nyatanya tak berhenti belajar begitu saja. Berkeinginan untuk terus lebih baik dalam mengurangi sampah masih tertanam kuat di hatinya. Dia berharap, gaya hidup ini setidaknya bisa mempengaruhi orang-orang terdekatnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement