Senin 01 Jul 2019 19:42 WIB

Oposisi Bisa Jadi Modal Elektoral Besar

Posisi di luar pemerintahan justru bisa menguntungkan parpol menghadapi pemilu 2024.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno bersama para partai koalisi  memberikan keterangan terkait putusan MK tentang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Kertanegara, Jakarta Selatan, Kamis (27/6).
Foto: Republika/Prayogi
[Ilustrasi] Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno bersama para partai koalisi memberikan keterangan terkait putusan MK tentang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Kertanegara, Jakarta Selatan, Kamis (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Media Survei Nasional (Median) Ade Irfan Abudurrahman menilai berada di luar pemerintahan atau oposisi tidak selamanya bakal merugikan partai politik. Bahkan, posisi tidak mendapatkan kekuasaan tersebut bisa menguntungkan partai politik untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. 

"Bisa juga diuntungkan secara elektotal jika oposisi mampu menjadi perpanjangan tangan suara rakyat untuk pemerintahan," ujar Ade Irfan saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (1/7).

Baca Juga

Untuk mendapatkan elektoral yang besar pada pemilu selanjutnya, Ade Irfan mengatakan, oposisi harus mampu menjalankan perannya dengan baik. Ia menambahkan, oposisi harus bisa menampung aspirasi masyarakat yang terabaikan oleh pemerintah.

"Oposisi akan mendapatkan modal elektoral yang besar jika di mata masyarakat mampu menjadi partai yang mendengarkan aspirasi mereka dan melawan kebijakan kebijakan buruk pemerintahan," kata kata dosen komunikasi politik Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang itu.