REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bakal memanggil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dalam waktu dekat. Pemanggilan tersebut berkaitan dengan rangkap jabatan yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero), I Gusti Ngurah Askhara sebagai Komisaris Utama Citilink dan Sriwijaya Air.
Komisioner KPPU, Guntur Saragih mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap lelaki yang akrab disapa Ari Askhara itu, posisi rangkap jabatan sebagai komisaris utama di dua maskapai tersebut atas persetujuan Kementerian BUMN.
Padahal, dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, rangkat jabatan dilarang.
Larangan tersebut, lantaran Citilink dan Sriwijaya Air saat ini tidak berada dalam satu grup perusahaan. Keduanya hanya menjalin mitra Kerja Sama Operasional (KSO) dalam pemasaran penerbangan. Karena itu, rangkap jabatan dalam dua perusahaan yang berbeda dapat menjurus pada praktik kartel.
"Kami akan panggil Menteri BUMN Rini Soemarno untuk memberikan keterangan," kata Guntur dalam Konferensi Pers di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin (1/7).
Menurut Guntur, pemanggilan itu sekaligus untuk memberikan ruang terhadap Menteri Rini untuk menjelaskan maksud dari persetujuan rangkap jabata Ari Askhara. "Nanti silakan dijelaskan karena itu menjadi hak termohon," ujarnya menambahkan.
Berdasarkan hasil dari pemanggilan Ari Askhara hari ini, KPPU menyatakan pihak yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran. Ari Askhara, kata Guntur juga telah mengakui bahwa pihaknya saat ini memiliki rangkap jabatan.
Namun, keputusan final dari KPPU masih belum diterbitkan karena masih terdapat investigasi lanjutan. Jika terbukit bersalah, Ari Ashkara sebagai pribadi dapat dikenakan sanksi denda minimal Rp 1 miliar hingga maksimal Rp 25 miliar.
Sebelumnya, Ari Askhara menjelaskan, rangkap jabatan yang ia lakukan itu sudah atas persetujuan Menteri BUMN Rini Soemarno. Langkah rangkap jabatan sebagai komisaris utama para perusahaan maskapai Sriwijaya Air dan Citilink juga atas kepentingan negara.
"Ini didasari atas kepentingan menyelamatkan aset negara dan posisi ini sudah mendapatkan persetujuan sesuai dengan ketentuan," tuturnya.