REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengerahkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan dinas terkait untuk memetakan daerah-daerah yang rawan mengalami kekeringan selama musim kemarau tahun ini. Pemerintah juga menyiapkan upaya untuk mengantisipasi dampaknya.
"Petakan daerah terdampak kekeringan, daerah yang kekurangan air, petakan gangguan kesehatan, dan petakan potensi kebakaran hutan selama musim kemarau sehingga kita semua bisa mengantisipasi dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang, Senin (1/7).
Usai membuka dan memberi pengarahan dalam Rapat Koordinasi Penanganan dan Antisipasi Dampak Kekeringan di Provinsi Jawa Tengah,Gubernur menjelaskan, menurut hasil identifikasi 1.319 desa di 287 kecamatan yang ada di 31 kabupaten/kota di Jawa Tengah rawan mengalami kekeringan.
Saat musim kemarau mencapai puncaknya pada Agustus hingga November 2019, ia mengatakan, 2.056.287 warga di 287 kecamatan di 31 kabupaten/kota tersebut berisiko menghadapi dampak kekeringan. Misalnya seperti kesulitan mendapatkan air bersih.
"Petanya sudah jelas karena setiap tahun terjadi sebenarnya, tinggal pola antisipasi sehingga tidak menjadi hal baru, tapi kita peringatkan, kira-kira puncak kemaraunya Agustus, ada yang Oktober dan November," ujarnya.
Dalam upaya mengantisipasi dampak kekeringan pada puncak musim kemarau, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah meminta jajaran petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyiapkan 1.000 tangki air bersih untuk memenuhi kebutuhan warga di daerah yang kena dampak kekeringan. "BPBD saya minta untuk memimpin ini dengan didukung dinas-dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, PMI, Tagana, BUMN-BUMD, dan TNI-Polri," kata Gubernur.