Selasa 02 Jul 2019 08:18 WIB

Setelah Mehmed II Taklukan Konstantinopel

Jatuhnya Konstantinopel telah memberi peringatan para penguasa Latin di daerah Aegea

konstantinopel
Foto: gatesofiana
konstantinopel

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Setelah jatuhnya Konstantinopel, Pangeran Mehmed atau Mehmed II menjamin menyerahkan Pera, Kota Genoa yang berseberangan dengan Ibu kota Bizantium di seberang Tanjung Gading.

Pada tahun berikutnya, ia menyerang Serbia. Dalam dua gerakan, pada 1454 dan 1455 M, ia merebut Novo Brdo dan daerah tambang perak di selatan Serbia. Hal ini mempersempit wilayah George Brankovic di utara negara itu.

Pada 1456 Mehmed II melakukan pengepungan atas Kota Belgrade, Hungaria. Tetapi, kali ini tidak berhasil. Pasukan John Hunyadi tidak saja memukul mundur serangannya, tetapi juga sampai tiba di dekat perkemahan Ottoman. Kemenangan ini menyelamatkan Hungaria dari invasi dalam skala penuh. Namun, tidak mencegah pembasmian terakhir Serbia.

Pada 1457 George Brankovis meninggal dan disusul putranya Lazar tidak lama berselang. Kematiannya membuka wilayahnya untuk invasi Raja Matthias Corvinus dari Hungaria atau Mehmed II. Mehmed lah yang pertama kali bertindak.

Pada 1458 pasukan di bawah vizier (wazir) berdarah Serbia, Mahmud Pasha, melaksanakan invasi dan dengan kemampuan politiknya dan pasukan militernya. Ia memenangi Golubats, Smederovo, dan benteng-benteng penting lainnya. Ia membawa Serbia di bawah kontrol Ottoman dan menjadikan Danube sebagai batas antara Hungaria dan Kerajaan Ottoman.

Penaklukan yang dibuat sultan di wilayah Aegea pada tahun yang sama tidak banyak memperluas wilayah, tapi lebih menguntungkan. Jatuhnya Konstantinopel telah memberi peringatan para penguasa Latin di daerah Aegea yang memang pantas untuk khawatir kepemilikan mereka di bawah ancaman. Khususnya, Venesia yang khawatir keselamatan Negroponte. Venesia kemudian menggabungkan pulau-pulau di selatan Sporades untuk membentuk sebuah garis pertahanan utara. Pada saat yang sama, mengejar negosiasi dengan Mehmed.

Upaya ini menghasilkan sebuah perjanjian yang mengizinkan mereka bebas melaksanakan perdagangan dan mempertahankan sebuah koloni dengan seorang bailo (perwakilan negara Venesia di luar negeri) di Istanbul. Koloni Genoa lah yang mendapat serangan. Pada 1455 Mehmed melepas sebuah armada yang melumpuhkan dua permukiman Genoa, Phokaia Lama dan Phokia Baru, di Pantai Anatolia karena melihat keuntungan dari tambang tawas yang dihasilkan daerah itu.

Kemudian, di musim dingin yang menggigit pada Januari 1456, ia sendiri memimpin pasukannya ke Enez, sebuah koloni Genoa di bagian barat Thrace. Kejadian ini memaksa penguasanya Dorino Gattiluso menyerahkan Enez dan pendulangan garamnya bersama dengan Pulau Samothrace, Imbros, dan Limni.

Serangan ini jelas telah ditentukan sebelumnya. Terebutnya Athena adalah memanfaatkan kesempatan. Pada 1451, Florentine Duke of Athena, Nerio II Acciajuoli, meninggal. Pada 1456, Mehmed memberi respons dengan mengirim Turahanoghlu Omer untuk menduduki Athena. Kini, kekuatan Katolik di Aegea begitu terancam dengan agresi Mehmed.

Keberhasilan armada Paus Calixtus telah memperingatkan adanya Mehmed ancaman dari campur tangan Latin di Yunani dan Aegea. Kemungkinan, tindakan Latin ini semakin besar dengan lamaran aliansi perkawinan antara putri Demetrios Palaiologos, salah satu penguasa Byzantine di Peloponnesos dengan seorang cucu dari Raja Alfonso dari Aragon.

Pada 1458, Mehmed melakukan invasi. Di akhir masa gerakannya, banyak bagian dari Peloponnesos yang berada di bawah kontrolnya. Pada akhir 1460 seluruh wilayah Bizanttine Peloponnesos berada di tangan Mehmed.

Menurut Colin Imber dalam The Ottoman Empire 1300-1650, target Mehmed berikutnya adalah daerah-daerah kantong independen yang tersisa di sepanjang pantai selatan Laut Hitam, terpisah oleh pegunungan dari wilayah Ottoman ke selatan. “Yang menjadi sasaran pertama adalah koloni Genoa di Amasra yang menyerah tanpa pertempuran pada 1459,” katanya.

Dua tahun kemudian, Imber melanjutkan, Mehmed melancarkan gerakan kedua, mengirimkan sebuah armada di sepanjang pantai Laut Hitam. Sedangkan, ia memimpin pasukannya melalui darat. Mehmed untuk sementara waktu melanjutkan gerakannya yang sulit menuju Trabzon, sebuah daerah kantong Yunani di bawah kekuasaan Kaisar Comnenes. “Kaisar ini memerintah di Konstantinopel sebelum 1204. Jatuhnya Trabzon pada 1461 mengakhiri relik terakhir dari Kerajaan Bizantium,” jelasnya.

Gerakan sultan berikutnya pada 1462 adalah melawan penguasa pemberontak di Wallachia, Vlad Impaler, yang menolak membayar upeti kepada sultan. Vlad juga membunuh utusan sultan dan melakukan teror terhadap wilayah Ottoman di Bulgaria. Kepergian Vlad dan tunduknya Wallachia membawa banyak bagian dari pantai barat Laut Hitam di bawah kendali Ottoman. Turki Usmani menjadi kekuatan dominan di daerah ini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement