Selasa 02 Jul 2019 09:31 WIB

Destry: Indonesia Masih Andalkan Investasi Portofolio

Investasi portofolio rentan keluarnya dana asing saat terjadi gejolak ekonomi global.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Calon tunggal Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Destry Damayanti
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Calon tunggal Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Destry Damayanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti tengah menjalani proses uji kelayakan atau fit and proper tes untuk menduduki jabatan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Dalam pemaparannya di depan Komisi XI DPR, Destry menyampaikan berbagai tantangan yang harus dihadapi Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. 

“Bagi negara yang sedang berkembang dan membangun seperti di Indonesia, defisit transaksi berjalan masih dapat dimaklumi,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/7).

Baca Juga

Menurutnya, defisit transaksi berjalan di Indonesia masih bisa dimaklumi asalkan memenuhi dua persyaratan. Pertama penerimaan yang produktif dan dapat menghasilkan penerimaan devisa pada masa mendatang. Kedua, defisit mayoritas dibiayai investasi dalam bentuk penanaman modal asing ketimbang investasi portofolio yang sangat volatile dan bersifat jangka pendek. 

Menurutnya, selama ini defisit transaksi berjalan terjadi karena investasi utamanya masih dalam bentuk portofolio, sehingga negatifnya dari besarnya porsi investasi tersebut sangat rentan keluarnya dana asing ketika gejolak perekonomian global.

“Sepanjang tahun lalu terjadi outflow cukup signifikan, sehingga besarnya investasi portofolio turun menjadi 9,31 miliar dolar AS dari 21,06 miliar dolar AS pada 2017,” jelasnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral harus bisa bersikap adaptif dan inovatif. Hal ini diharapkan mampu memperkecil ketidakstabilan ekonomi nasional akibat volatilitas ekonomi global.

“Dengan landscape perekonomian yang berubah dengan digitalisasi Bank Indonesia harus proaktif, adaptif dan inovatif dalam bentuk respon kebijakan. Sistem pembayaran, digitalisasi harus bisa dimanfaatkan seluruh lapisan masyarakat terutama berpendapatan rendah dan UMKM untuk meningkatkan kesejahteraan,” ungkapnya.

Tak hanya itu, dirinya juga mengaku akan terus mengoptimalisasi lima bauran kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan. Kelimanya adalah Kebijakan Moneter, Kebijakan Makroprudensial, Kebijakan Sistem Pembayaran, Kebijakan Kordinasi antar lembaga, serta Kebijakan Pendalaman Pasar Keuangan. 

Destry Damayanti merupakan calon tunggal Deputi Gubernur Senior (DGS) BI yang diajukan Presiden Joko Widodo kepada DPR. Dirinya akan menggantikan DGS BI saat ini, yakni Mirza Adityaswara, yang masa jabatannya selesai pada 25 Juli 2019. 

Adapun latar belakang Destry saat ini menjadi Anggota DK LPS, Destry pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif di Mandiri Institute dan Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK. Selain itu, dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Ekonomi Kementerian BUMN (2014-2015), Kepala Ekonom Bank Mandiri (2011-2015), Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas (2005-2011), peneliti dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (2005-2006), serta Senior Economic Adviser untuk Duta Besar Inggris untuk Indonesia (2000-2003).

Destry mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) dan Master of Science dari Cornell University, New York, Amerika Serikat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement