Pria asal Perth, Australia, Phil Britten yang selamat dari serangan Bom Bali tahun 2002 menyambut baik penangkapan terduga teroris Para Wijayanto oleh polisi di Bekasi, akhir pekan lalu.
Britten yang waktu kejadian masih berusia 22 tahun, berada di Bali untuk merayakan kemenangan tim sepakbolanya, Kingsley Fottball Club. Tujuh rekan setimnya tewas dalam kejadian itu.
Dimintai tanggapan atas penangkapan Para yang dituduh polisi sebagai pemimpin Jamaah Islamiyah, Britten mengatakan cukup senang mengetahui bahwa kelompok teroris masih terus dikejar.
"Ketika orang seperti ini ditangkap, saya sadari bahwa bahkan ketika kita sedang tidur, pihak berwajib di luar sana terus bekerja," katanya.
Karopenmas Divisi Humas Polri Dedi Prasetyo menjelaskan aparat telah menangkap Para Wijayanto yang diyakini sebagai pemimpin jaringan teror Jamaah Islamiah yang buron sejak tahun 2003.
Dedi Prasetyo mengatakan Para ditangkap satuan anti teror bersama istrinya di sebuah hotel di Bekasi, pada hari Sabtu.
Menurut dia, Para yang pernah mendapatkan pelatihan militer di Filipina pada tahun 2000, juga terlibat dalam konflik di Poso, yang dikenal sebagai sarang militansi Islam di Sulawesi.
Polisi menuduh bahwa Para sejak 2003 telah merekrut dan melatih anggota sayap militer Jamaah Islamiah, mengirim orang ke Suriah untuk bergabung dalam konflik di sana.
"Dia ditunjuk sebagai amir Jamaah Islamiah karena kemampuan dan rekam jejaknya sebagai pejuang Islam," kata Dedi Prasetyo.
Jamaah Islamiah merupakan kelompok yang terbukti melakukan pemboman di Bali tahun 2002, menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia.
Namun, Dedi Pratseyo membenarkan bahwa Para Wijayanto tidak dicurigai terlibat langsung dalam membuat bahan peledak untuk bom Bali atau pun dalam serangan terhadap Kedubes Australia di Jakarta tahun 2004.
Ulama yang dituduh sebagai pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah Abu Bakar Baasyir yang dihukum pada tahun 2011 telah dibebaskan pada Januari tahun ini.
Polisi masih berusaha untuk menuntut beberapa tersangka yang terlibat dengan serangan itu, termasuk Hambali, yang mendekam dalam tahanan di AS sejak 2006.
Mantan militan yang kini bekerja sama dengan agen kontraterorisme Sofyan Tsauri mengatakan, Para Wijayanto memimpin Jamaah Islamiah pada 2007, menggantikan Zarkasih yang tertangkap dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Jamaah Islamiah secara resmi dilarang di Indonesia pada tahun 2008.
Jaringan ini secara signifikan melemah namun tetap eksis meski operasi penumpasan terorisme terus dilakukan polisi Indonesia atas dukungan AS dan Australia.
"Faktanya, Jamaah Islamiah tidak pernah lenyap," kata Tsauri.
Serangan terorisme masih terus terjadi di Indonesia, misalnya pada Mei tahun lalu, saat dua keluarga melakukan bom bunuh diri di dekat gereja dan kantor polisi di Surabaya.
AP/ABC