Selasa 02 Jul 2019 16:00 WIB

Imbangi Dominasi China, Australia Perlu Kembangkan Senjata Nuklir

Australia tidak menganggap remeh kehadiran China di kawasan.

Red:
abc news
abc news

Analis pertahanan Profesor Hugh White menyatakan Australia mungkin harus mempertimbangkan apakah akan mengembangkan senjata nuklir atau tidak sebagai strategi menghadapi China.

Prof White yang juga mantan pejabat Departemen Pertahanan mengatakan posisi China sebagai kekuatan dominan di kawasan ini memaksa Australia untuk memikirkan kembali postur militernya.

"Perubahan mendasar dalam situasi strategis Australia kini sedang terjadi," ujar Prof White kepada ABC.

"Untuk pertama kalinya sejak pemukim Eropa datang ke benua ini, kita tidak bisa lagi mengasumsikan bahwa kita punya teman hebat dan kuat (Inggris, kemudian Amerika) sebagai kekuatan dominan di Asia, sebagai kekuatan militer terkuat di Asia," katanya.

Dalam buku barunya How to Defend Australia, Prof White menilai kebijakan untuk tidak memiliki senjata nuklir yang berlaku saat ini akan sulit dipertahankan di masa depan.

Dia mengakui usulan pemilikan senjata nuklir tampaknya tak akan diwujudkan untuk Australia saat ini, dan diperlukan keadaan ekstrim untuk dipertimbangkan secara serius.

Usulan agar Australia mengembangkan senjata nuklir ditepis Menteri Pertahanan Linda Reynolds.

"Australia berpegang teguh pada Perjanjian Non-Proliferasi, sebagai negara non-senjata nuklir, untuk tidak mendapatkan atau mengembangkan senjata nuklir," tegas Menteri Reynolds.

Buku Prof White menyebut bahwa belanja pertahanan Australia perlu dinaikkan dari 2 persen PDB menjadi 3,5 persen karena belanja pertahanan China juga terus meningkat

"Artinya perlu tambahan belanja 30 miliar dolar setahun. Ini peningkatan besar tapi apa lagi yang harus diharapkan ketika kita keluar dari lingkungan percaya diri dengan dukungan Amerika?" ujarnya.

Dia mengatakan dana tersebut akan berdampak pada kenaikan pajak serta memotong pengeluaran di sektor lain.

 

Prof White juga menyarakan agar Australia menghentikan proyek pembangunan 12 kapal senilai 50 miliar dolar yang dirancang Perancis, dan diganti dengan 24 kapal selam yang lebih terjangkau.

Proyek kapal selam itu, katanya, jika terealisasi akan menghasilkan armada yang mahal dalam jumlah kecil, sangat terlambat realisasinya serta belum pasti kinerjanya.

Untuk membantu membayar peningkatan kemampuan kapal selam secara besar-besaran, Prof White berpendapat Australia perlu membatalkan proyek Future Frigate senilai 35 miliar dolar, karena "kapal perang besar dan mahal" yang dirancang Inggris ini boros.

Dia menilai pembangunan armada permukaan laut menjadi masuk akal jika tujuan operasional utamanya adalah pengendalian laut, memproyeksikan kekuatan melalui laut terhadap negara lain.

"Tapi saya berpendapat di lingkungan masa depan yang lebih keras kita harus fokus pada hal yang sebaliknya, mencegah orang lain memproyeksikan kekuatan mereka melalui laut ke arah kita," katanya.

Dia memperingatkan Angkatan Bersenjata Australia perlu menambah dua kali lipat pesawat tempur Joint Strike Fighter yang kini berjumlah 72 unit, jika mempertahankan negara ini dari serangan udara dan laut.

"Joint Strike Fighter memainkan peran penting, sehingga kita akan membutuhkan armada tempur garis depan yang lebih besar, apakah berupa Joint Strike Fighter saja atau armada gabungan," jelasnya.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement