Selasa 02 Jul 2019 10:06 WIB

4 Strategi Kemenpar Dorong Pemerataan Investasi Wisata Halal

Aliran investasi pengembangan wisata halal masih terpusat di Nusa Tenggara Barat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, Jumat (17/5).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, Jumat (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliran investasi untuk pengembangan kawasan wisata halal hingga kini masih terpusat di Mandalika Lombok, Nusa Tenggara Barat. Di sisi lain, Indonesia menurut lembaga riset Global Muslim Travel Index (GMTI) memiliki 10 destinasi wisata halal terbaik berstandar global. 

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mencatat, jumlah investasi untuk wisata halal di Mandalika telah mencapai 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 28 triliun. Hal itu karena Mandalika telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata dengan keunggulan wisata bahari. 

Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Kawasan Pariwisata, Kemenpar, Anang Sutono mengakui kawasan wisata yang menjadi unggulan tujuan investasi baru hanya di Mandalika. Karena itu, setidaknya terdapat empat strategi utama yang dijalankan untuk mendorong pemerataan investasi ke sembilan destinasi wisata halal lainnya di Indonesia. 

"Investor paling mencari kawasan yang paling mudah dari segi regulasinya. Karena itu, kita harus dorong pembentukan KEK karena itu jelas memberi dapak signifikan terhadap nilai investasi. Siapapun, orang akan taruh uang disana kalau regulasi mudah," kata Anang kepada Republika.co.id, Selasa (2/7). 

Menurut Anang, status KEK selain mempermudah regulasi perizinan investasi, juga akan mendorong terbentuknya ekosistem birokrasi yang efisien. Hal itu bakal disambu baik para investor yang sudah berminat masuk ke sektor pariwisata halal. 

Tak hanya soal regulasi, strategi kedua adalah bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan perbaikan infrastruktur fisik dan nonfisik di kawasan wisata. Menurut Anang, perbaikan infrastruktur akan mempengaruhi peringkat east of doing business yang dinilai oleh lembaga-lembaga internasional. 

Adapun langkah ketiga perbaikan seluruh layanan pengelola kawasan wisata terhadap para wisatawan yang berkunjung. Selain itu, tentunya layanan terhadap para pelaku usaha oleh pemerintah daerah setempat.  

"Services itu memiliki pengaruh penting yang akan membuat investor mengatakan oke. Layanan di Lombok sangat baik dan memberikan penguatan yang tepat. Layanan yang maksimal sekaligus memberikan kepastian bagi para calon investor

Sementara itu, langkah keempat yang dinilai paling berat yakni perbaikan sumber daya manusia (SDM) untuk sektor wisata. Anang mengakui, pemerintah memiliki tantangan dan menyelesaikan persoalan kualitas SDM tidak mudah. Saat ini, kata Anang, pihaknya sudah mulai melakukan berbagai macam upaya seperti sertifikasi dan pelatihan. 

Anang mengatakan, selain perbaikan dari kawasan wisata itu sendiri, Kemenpar sebagai lembaga yang bertugas untuk melakukan promosi wisata masih memiliki tugas lain. Yakni melakukan pemasaran secara maksimal di pasar global. Menurut Anang, pemerintah saat ini memfokuskan strategi untuk mendatangkan wisatawan dari negara tetangga (border tourism) dan penawaran paket promosi dengan diskon harga. 

Sebagaimana diketahui, selain kawasan wisata halal di Mandalika NTB, Indonesia masih memiliki sembilan destinasi wisata halal yang beberapa waktu lalu mendapat peringkat terbaik oleh GMTI. Kesembilan destinasi itu di antaranya, Aceh, Jakarta, Sumatera Barat, Yogyakarta, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Malang Raya, Jawa Tengah, serta Makassar dan sekitarnya. 

Anang sekaligus menekankan bahwa penyamaan antara status wisata halal dengan wisata Islam tidak tepat. Halal, menurut Anang, lebih tepat jika dikaitan dan disebut sebagai brand wisata. Sebab, predikat halal dalam sektor wisata sejatinya merupakan seperangkat tambahan layanan dalam prinsip dasar wisata. Yakni amenitas, daya tarik, serta aksesibilitas. 

"Jadi singkat cerita wisata halal itu adalah layanan tambahan yang ditujukan untuk wisatawam Muslim. Kenapa harus pakai branding itu? karena jumlah market yang besar," ujarnya. 

Tahun ini, Kemenpar mencatat pergerakan wisatawan muslim dunia mencapai 160 juta orang. Jumlah itu, kata Anang, hampir sama besarnya dengan jumlah wisatawan asal Cina setiap tahun dan juga diperebutkan oleh banyak negara. 

Karena itu, menurut Anang, sudah saatnya pemerintah fokus untuk mengejar muslim travelers dari berbagai penjuru dunia. Ia mengatakan, pada tahun 2023 mendatang jumlah muslim travelers diprediksi bakal bertambah menjadi 220 juta orang.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement