REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI masih menunggu pemerintah menyerahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Sampai saat ini, pemerintah belum menyerahkan meski DPR RI sudah memasukannya ke program legislasi nasional prioritas tahun 2016.
"Pemerintah sampai saat ini belum menyerahkan RUU PDP ke DPR. Informasinya, di pemerintah sendiri belum selesai, karena belum ada kesepakatan pemahaman yang sama di antara institusi terkait," kata anggota Komisi I DPR RI Sukamta pada diskusi "Keamanan Privasi dalam RUU Perlindungan Data Pribadi" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (2/7).
Menurut Sukamta, pemerintah masih memiliki kewajiban menyerahkan RUU PDP ke DPR RI dan DPR RI masih menunggu sampai akhir periode tugasnya pada September 2019.
Anggota Komisi I DPR RI, Supiadin Aries Saputra, mengatakan, regulasi perlindungan data pribadi (PDP) sangat penting dan dibutuhkan oleh seluruh warga negara Indonesia. Karena itu, kata dia, DPR terus menunggu pemerintah menyerahkan RUU PDP untuk segera diproses.
"Setelah pemerintah menyerahkan RUU PDP serta surat presiden yang memerintahkan untuk pembahasan, maka DPR RI akan membentuk panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus), dan kemudian membuat daftar inventarisasi masalah (DIM)," katanya.
Menurut dia, setelah dibentuk panja atau pansus dan dibuat DIM baru kemudian dilakukan pembahasan. "Pada pembahasan RUU PDP ini tidak bisa dibahas begitu saja, tapi harus disinkronisasi dengan undang-undang terkait, seperti UU KUHP dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE))," katanya.
Anggota Komisi I DPR RI Supiadin Aries Saputra. (dpr)
Namun, politikus Partai Nasdem ini memperkirakan, proses penyerahan dari pemerintah, pembahasan, hingga selesai, waktunya masih panjang. Mantan Pangdam I/Iskandari Muda ini menambahkan, pemerintah menyerahkan RUU usulan inisiatif pemerintah ke DPR RI setelah ada legalisasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
"Sebelum adanya legalisasi dari Kemenkumham, maka RUU belum diserahkan dari pemerintah," katanya.
Kemudian, untuk pembahasan di DPR RI, kata dia, perlu ada surat presiden (Surpres) yang memerintah kementerian terkait dari pemerintah melakukan pembahasan di DPR RI.