REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, mengatakan, sejauh ini mereka belum akan mengabulkan surat permohonan penangguhan penahanan yang dilayangkan mantan Kepala Staf Kostrad, Mayor Jenderal TNI (Purnawirawan) Kivlan Zen. Kivlan diketahui berstatus tersangka kasus hoaks, makar dan kepemilikan senjata api ilegal.
"Informasi dari penyidik Polda Metro Jaya, belum ada informasi untuk dikabulkan, sampai hari ini," kata Prasetyo, di Jakarta, Selasa (2/7).
Alasan penyidik belum mengabulkan permohonan penangguhan penahanan adalah, karena Kivlan tidak kooperatif saat diperiksa penyidik terkait kasus yang menjeratnya. Menurut Dedi, tahap pemberkasan sudah hampir selesai dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal.
"Kebetulan pemeriksaan berkas sudah hampir tahap penyelesaian," katanya.
Sementara untuk proses penyidikan kasus hoaks dan makar masih menunggu hasil sidang putusan kasus senjata api ilegal. "Tidak bisa paralel dua kasus dalam waktu bersamaan. Kalau misalnya sudah memiliki putusan pengadilan yang tetap, baru kasus lain diproses. Artinya menunggu (penanganan) satu kasus ini selesai dulu," katanya.
Terkait surat permohonan penangguhan penahanan yang juga dikirimkan oleh kuasa hukum Kivlan ke Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Dedi Prasetyo mengatakan hal itu bisa jadi bahan pertimbangan. Namun demikian, keputusan dikabulkan atau tidaknya permohonan penangguhan penahanan, tetap ada di tangan penyidik.
"Bisa jadi salah satu bahan pertimbangan. Tapi penyidik independen, dia (penyidik) yang memutuskan apakah permohonan akan disetujui atau tidak," katanya.
Jejak Kasus Kivlan Zen