REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Josef Nae Soi menyayangkan plagirisme terhadap motif kain tenun Sumba. Plagiarisme itu dipamerkan di Paris oleh dua pelajar asal Jepara, Jawa Tengah, belum lama ini.
"Tidak masalah siapapun boleh memproduksinya, namun ada baiknya disebutkan asal mula motif tersebut, kalau dari Sumba ya sebut saja dari Sumba," katanya kepada wartawan di Kupang, Senin (1/7).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan munculnya polemik soal motif Sumba yang kini menjadi perdebatan di media sosial yang telah menjadi tren motif Jepara. Menurut dia, jika asal motif disebutkan tentunya itu akan menjadi bagian dari cara menghargai kekayaan intelektual nenek moyang masyarakat Sumba.
"Apa yang ada di Indonesia ini tidak bisa dimonopoli, tetapi asal mulanya itu harusnya bisa dituliskan atau disebutkan sehingga tidak menimbulkan polemik," katanya.
Pemerintah NTT, menurut Josef, sedang berusaha untuk mematenkan sejumlah kain tenun yang ada di daerahnya. Saat ini, baru Kabupaten Sikka saja, khususnya Maumere yang motif tenunnya sudah dipatenkan oleh World Intellectual Property Organization (Wipo) di Jenewa.
"Proses dipatenkan itu melalui Kemenkumham, baru kemudian Kemenkumham mendaftarkan ke Wipo untuk kemudian dipatenkan," ujar dia.
Namun, menurut Josef, proses paten motif-motif tenun NTT membutuhkan waktu yang lama. Di samping itu juga pemprov NTT berencana mempatenkan sasando mengingat di Sri Lanka ada jenis alat musik tradisional yang hampir menyerupai sasando tersebut.